Kembali ke masa-masa kependudukan Belanda di Indonesia, tepatnya sebelum tahun 1908, ada beberapa peristiwa penting yang terjadi. Salah satunya adalah berdirinya VOC, yang lantas ‘melahirkan’ banyak kebijakan dalam pemerintahannya. Diantara kebijakan-kebijakan tersebut, dikenallah apa yang dinamakan tanam paksa. Apa ini?
Kebijakan tanam paksa, atau disebut juga dengan Culturstelsel adalah kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 dengan tujuan untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia> Melalui kebijakan ini, pemerintah Belanda mewajibkan rakyat menanami 1/5 dari tanahnya untuk kemudian menyerahkan hasil ladang kepada Belanda.
Penyimpangan sistem tanam paksa adalah semakin bertambahnya penggunaan lahan sampai mencapai 1/2 bagian ladang. Selain itu, tanah yang awalnya digarap petani pribumi dan telah dibebaskan dari pajak pada pelaksanaannya tetap saja dikenai pajak sewa tanah. Hasil penjualan tanaman-tanaman tersebut juga harus diserahkan kepada Belanda. Jika rakyat tidak memiliki lahan, maka mereka dapat menggantinya dengan berkontribusi dalam pengangkutan hasil-hasil kebun atau pabrik selama kurang lebih 66 hari.
Kenyataan pahit lainnya, kerugian panen yang sejatinya akan ditanggung oleh Belanda, nyatanya tidak terjadi. Petani yang mengalami gagal panen harus menanggung sendiri semua kerugiannya. Semua pekerjaan pun diawasi oleh pengawas dari pribumi sedangkan para petinggi dari Belanda hanya mengawasi pekerjaan secara umum.
(Baca juga: Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908: Sejarah Berdirinya VOC)
Tanam paksa boleh dibilang merupakan era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda di Indonesia. Sistem ini bahkan jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah.
Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditas tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940.
Dampak Kebijakan Tanam Paksa
Dampak tanam paksa bagi Belanda tanam paksa adalah meningkatkan hasil tanaman ekspor yang dapat mengembalikan kejayaan dan kestabilan keuangan mereka yang sempat krisis akibat peperangan. Sedangkan bagi Indonesia sendiri, tanam paksa merupakan suatu penyiksaan yang menyebabkan rakyat menjadi semakin miskin dan mengalami penderitaan secara fisik maupun mental.
Selain itu, rakyat Indonesia juga semakin tersiksa karena pajak yang harus ditanggung menjadi semakin banyak. Karena keterbatasan sarana dan prasarana dalam mengolah tanah, para petani dari Indonesia sering mengalami gagal panen yang berdampak kepada kelaparan dan bahkan kematian.
Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839.
Cultuurstelsel sendiri kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.