Di artikel sebelumnya, kita sudah membahas mengenai APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebagai agenda keuangan tahunan untuk keperluan sistem pemerintahan, APBN memiliki perbedaan yang cukup kentara dengan APBD, sebagai rencana keuangan pemerintah daerah dan DPRD. Itu termasuk dalam hal penyusunan dan pelaksanaan.
Kalau APBN mencakup belanja negara, APBD yang merupakan singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah memuat rincian sumber pendapatan daerah dan pengeluaran daerah dalam periode waktu satu tahun. Peraturan mengenai ini diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2003.
Selain cakupannya, APBN dan APBD juga memiliki proses perancangan dan pelaksanaan yang berbeda lho. Yuk kita simak sama-sama supaya tidak tertukar antara keduanya.
Penyusunan dan Pelaksanaan
APBN
Dalam menyusun APBN, terdapat asas-asas yang harus dipegang, yaitu asas kemandirian, asas penajaman, dan asas penghematan.
Asas kemandirian berarti pembiayaan didasarkan pada kemampuan negara yang dilengkapi dengan pinjaman luar negeri sebagai tambahan. Asas penajaman atau pendalaman prioritas dalam pembangunan berarti APBN harus mendahulukan pembiayaan yang bermanfaat. Terakhir, asas penghematan menuntut APBN agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Penyusunan APBN dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu proses pembicaraan dan proses penyampaian. Proses pembicaraan antara pemerintah dan DPR berlangsung dari bulan Februari hingga Agustus. Kemudian, proses penyampaian, pengkajian, dan pengesahan APBN dilakukan dari bulan Agustus sampai Desember.
Penyusunan APBN dimulai dari tahap perancangan RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) oleh pemerintah di bulan Januari hingga Maret. RAPBN kemudian diajukan dari pemerintah pusat kepada DPR di bulan April hingga Mei. DPR baru meninjau rancangan tersebut dari bulan Juli sampai Agustus. Putusan RAPBN menjadi APBN atau penggunaan APBN tahun sebelumnya dilakukan dari bulan Agustus sampai Desember.
Pelaksanaan APBN diatur dalam Undang-Undang No. 45 Tahun 2013 tentang tata cara pelaksanaan APBN agar APBN dapat berjalan dengan baik dan bertanggung jawab. Dalam pelaksanaannya, terdapat pengawasan APBN yang bersifat internal maupun eksternal. Pengawasan internal diterapkan oleh satuan pengawas dari kelompok yang diawasi. Sementara itu, pengawasan eksternal dilakukan dengan pemeriksaan oleh BPH (Badan Pemeriksa Keuangan).
APBD
Perencanaan dan penyusunan APBD diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. Langkah-langkah perencanaan dan penyusunan APBD dimulai dari susunan RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kemudian, RAPBD diajukan kepada DPRD. RAPBD baru dibahas oleh DPRD dan Tim Anggaran Eksekutif. Terakhir, RAPBD yang sudah disetujui akan disahkan menjadi APBD dan dilaksanakan oleh pemerintah.
Dalam penyusunan APBD, terdapat beberapa prinsip yang dipegang, yaitu partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas, disiplin anggaran, efisiensi dan efektivitas, serta taat asas dan hukum.
Partisipasi masyarakat berarti masyarakat harus terlibat dalam penyusunan APBD dengan harapan APBD dapat disusun dengan tepat dan sesuai target. Transparansi dan akuntabilitas merujuk kepada APBD yang harus bersifat transparan dan dapat diakses oleh masyarakat agar dapat menghindari penyelewengan RAPBD.
Disiplin anggaran berarti pendapatan yang direncanakan dalam APBD harus bersifat rasional dan memiliki batas anggaran belanja. Efisiensi dan efektivitas merujuk pada penggunaan anggaran yang harus optimal dan dapat meningkatkan pelayanan serta kesejahteraan masyarakat. Prinsip taat asas dan hukum berarti penyusunan APBD harus taat dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Setelah APBD selesai dirancang dan diresmikan, dimulailah pelaksanaan APBD. Pelaksana APBD adalah pemerintah daerah yang menetapkan RASK (Rencana Anggaran Satuan Kerja) berdasarkan APBD yang sudah disahkan menjadi DASK (Dokumen Anggaran Satuan Kerja). DASK kemudian menjadi pedoman dasar pelaksanaan seluruh anggaran.