Konsep berpikir diakronik mungkin masih terdengar asing di telinga sebagian dari kita. Dalam pembahasan kali ini, kita akan mengenal lebih jauh mengenai itu. Seperti apa ya kira-kira?
Konsep berpikir diakronik biasanya digunakan untuk memahami sejarah. Jadi begini, katakanlah kita berbicara tentang Perang Diponegoro. Bagi yang belum paham, beberapa pertanyaan seperti apakah perang ini satu zaman dengan perang Padri; apakah perang ini terjadi di tahun yang sama dengan perang Jawa; atau apakah tokoh-tokoh dalam perang ini saling mengenal satu sama lain, mungkin akan muncul sebagai bentuk rasa ingin tahu. Pertanyaan ini sendiri sejatinya baru bisa dipahami jika mempelajari sejarah dengan menggunakan konsep berpikir. Kenapa? Karena memahami sejarah sebagai urutan peristiwa saja ternyata belum cukup. Suatu peristiwa sejarah dapat dipelajari secara lengkap jika kita memahaminya sebagai proses yang berlangsung selama rentang waktu tertentu.
Dengan pemahaman seperti itu, akan mudah bagi kita untuk mengetahui apakah suatu peristiwa sejarah berkaitan dengan sejumlah peristiwa lainnya. Pasalnya, suatu peristiwa sejarah apa pun ditentukan oleh peristiwa ataupun gejolak sosial yang mendahuluinya. Cara mempelajari sejarah sebagai proses waktu seperti itulah yang dinamakan konsep berpikir diakronik.
Diakronik sendiri secara etimologis berasal dari Bahasa latin yaitu “dia” yang artinya melalui atau melampaui dan “chronicus” yang artinya waktu. Jadi, berpikir diakronik dalam sejarah bisa didefinisikan menganalisis atau menelusuri suatu peristiwa dari awal kejadian hingga akhir.
Dengan konsep berpikir ini, sejarah bisa dipahami sebagai sejumlah rangkaian atau peristiwa yang saling berhubungan. Dimana, sejarah bukan hanya sekedar urutan peristiwa melainkan rentetan peristiwa yang mempengaruhi dan dipengaruhi.
(Baca juga: Memahami Unsur Kebahasaan Teks Tanggapan Kritis)
Fungsi dari konsep berpikir diakronik sendiri untuk memahami peristiwa sejarah sebagai perkembangan dari proses belajar. Pengalaman masa lalu menjadi pelajaran untuk menjadi lebih baik di masa selanjutnya.
Adapun ciri dari konsep berpikir diakronik antara lain: memandang masyarakat sebagai sesuatu yang terus bergerak atau dinamis dan memiliki hubungan kausalitas atau sebab akibat. Dimana, ada aksi ada reaksi, ada evolusi juga ada revolusi, ada kejayaan maka aka nada keruntuhan.
Kedua, mempelajari kehidupan sosial secara memanjang berdimensi waktu, dan yang ketiga adalah menguraikan proses transformasi yang terus berlangsung dari waktu ke waktu secara berkesinambungan.
Sebagai contoh, konsep berpikir Diakronik tentang kondisi pasca perang dunia II, dimana komunisme tampil sebagai kekuatan yang disegani selama hampir setengah abad. Dunia pun dilanda perang dingin yang mempengaruhi gejolak politik di banyak negara. Namun, hanya dalam dua tahun (1989-1991), dunia menyaksikan bubarnya negara-negara komunis di Eropa Timur, yang menandai berakhirnya perang dingin dan runtuhnya komunisme.