Masa pandemi ini memberikan dampak yang sanga besar terhadap Dunia Pendidikan di Indonesia, salah satunya pemanfaatan teknologi informasi. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi opsi utama selama masa penyebaran virus corona masih merebak di Indonesia. Dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran online, guru dan peserta didik melakukan kegiatan belajar-mengajar di rumah masing-masing tanpa melalui tatap muka secara langsung. Kegiatan pembelajaran jarak jauh memberikan dampak positif maupun negatif bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, baik antara institusi pendidikan, peserta didik, dan orang tua. Lantas, apa saja plus-minus dari adanya pembelajaran jarak jauh? Simak penjelasannya berikut ini, ya!
Menjadi “Kejutan” Bagi Sekolah
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah diterapkan seiring surat edaran yang dikeluarkan oleh kemendikbud. Di Indonesia, dilansir dari situs dapo dikdasmen kemdikbud terdata 220.353 sekolah dan 42.587.055 siswa yang secara otomatis akan menerapkan pembelajaran daring atau jarak jauh dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah atas.
Di Jakarta sendiri, sudah satu bulan kegiatan pembelajaran jarak jauh ini berlangsung, semenjak dikeluarkannya Surat Edaran No. 27 Tahun 2020 oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Namun dalam implementasinya, berbagai permasalahan muncul seiring berjalannya proses pembelajaran jarak jauh tersebut.
Banyak guru, peserta didik, dan wali murid yang “kaget” dengan metode pembelajaran jarak jauh. Sebab sistem ini lebih menekankan peserta didik dalam belajarnya menggunakan gawai. Hal ini membuat respon dari seluruh elemen sekolah (guru, peserta didik, dan wali murid) sangat variatif. Ada yang menyambut baik, ada yang terpaksa, ada pula yang kebingungan.
Di Indonesia sendiri, tidak semua pembangunan infrastruktur pendidikannya merata. Mungkin sejauh ini, sekolah yang menyambut baik sistem pembelajaran jarak jauh tersebut adalah sekolah yang termasuk kriteria golongan menengah ke atas. Tentu sekolah-sekolah tersebut tidaklah kaget, sebab bisa jadi instansi pendidikan ini sudah melakukannya lebih dahulu dan terbiasa, sebelum adanya pandemik nasional ini. Dukungan fasilitas, administrasi, serta latar belakang ekonomi peserta didik yang baik menjadi faktor sekolah tersebut tidak menemukan kendala dalam pendidikan jarak jauh.
Baca Juga : Tips Pembelajaran Jarak Jauh Selama COVID-19
Lalu bagaimana dengan instansi pendidikan yang termasuk golongan menengah ke bawah? Tentu ini menjadi kejutan untuk mereka, sebab bisa jadi ini suatu pengalaman yang baru ditemui dalam aktivitas pembelajaran. Akibatnya, sistem pembelajaran jarak jauh akan banyak sekali menemukan hambatan. Fasilitas yang kurang memadai, administrasi, serta faktor ekonomi peserta didik yang kurang baik menjadikan sistem pembelajaran jarak jauh di sekolah tersebut suatu kendala yang kompleks.
Kurangnya Sosialisasi yang Menyeluruh Tentang Pembelajaran Jarak Jauh
Dalam Surat Edaran No. 4 tahun 2020 pada poin ke-2, terdapat 4 pembahasan tentang proses belajar dari rumah, yakni:
- Proses belajar dari Rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan;
- Belajar dari Rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi COVID-19;
- Aktivitas dan tugas pembelajaran Belajar dari Rumah dapat bervariasi antar siswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/ fasilitas belajar di rumah;
- Bukti atau produk aktivitas Belajar dari Rumah diberi umpan baik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/ nilai kuantitatif.
Mengacu pada surat edaran tersebut, dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh , guru dituntut untuk kreatif dan inovatif guna memacu semangat siswa dalam belajar. Meski dalam website Kemendikbud terdapat fitur panduan pembelajaran jarak jauh , tetapi sosialisasi yang kurang begitu masif mengakibatkan informasi ini tidak sepenuhnya tersampaikan kepada guru-guru.
- Hal ini tentu berdampak dalam proses PJJ . Kurangnya sosialisasi, membuat guru-guru tetap melaksanakan proses pembelajaran jarak jauh dengan caranya sendiri. Jika sekolah itu bagus, tentu sekolah tersebut akan membuat regulasi khusus agar proses pembelajaran jarak jauh dapat dipusatkan dalam satu sistem atau portal belajar di rumah yang dibuat oleh sekolahnya. Sebaliknya, apabila sekolahnya kurang tanggap dengan hal ini dan memiliki sumber daya yang terbatas, maka instansi pendidikan tersebut akan menyerahkan sistem pengajaran kepada guru bidang studi masing-masing dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Pastinya hal ini menjadi celah bagi “oknum” guru yang kaget terhadap proses pembelajaran jarak jauh , sehingga guru tersebut hanya terus menerus membebani siswa dengan tugas-tugas setiap harinya sebagai formalitas demi mengikuti kebijakan pemerintah.
Peserta Didik Antara Bingung dan Malas
- Tantangan lainnya adalah mengajak berbagai para tenaga pengajar dituntut aktif untuk memotivasi siswa agar turut aktif dalam PJJ . Konsep PJJ yang medianya adalah gawai dan harus tersambung dalam jaringan, menjadi masalah yang kompleks dalam penerapannya. Kalangan siswa yang tergolong menengah ke bawah, tidak semua memiliki telepon pintar. Ada siswa yang memiliki telepon pintar, tetapi ia tidak memiliki kuota. Ada siswa yang memiliki telepon pintar, tetapi digunakannya bersama dengan orang tua. Bahkan ada siswa yang tidak sama sekali tidak memiliki telepon pintar.
Masalah lainnya disebabkan tidak ada sistem yang terpusat, dalam hal ini portal yang menjadi tempat khusus dalam proses pembelajaran jarak jauh seperti e-learning, membuat siswa menjadi bingung. Walaupun Kemendikbud sudah merekomendasikan beberapa portal untuk pembelajaran, tetapi itu sifatnya hanya pilihan, bukan menjadi suatu ketetapan. Hal ini berdampak dengan banyaknya aplikasi yang harus diunduh siswa, jika kebijakan dari sekolah menyerahkan sepenuhnya bentuk pembelajaran kepada gurunya. Sebab bisa saja di lapangan, metode pengajaran guru berbeda-beda, semisal melalui Grup WhatsApp, Email, Google Classroom, dan sebagainya. Ini juga dapat dipengaruhi oleh kemampuan siswa untuk memahami materi yang disampaikan melalui berbagai perantara ini.
Bagi seorang siswa yang “malas”, tidak punya kuota internet akan menjadi salah satu alasan untuk ia tidak mengikuti proses pembelajaran jarak jauh. Ditambah lagi, apabila karakter siswa itu dalam pembelajaran yang normal, sering tidak masuk kelas dan tidak pernah mengikuti pelajaran dengan baik. Bagi siswa yang selalu punya antusias dalam belajar, namun lemah dalam mata pelajaran tertentu, tentu ini menjadi masalah besar untuk dirinya. Sebab mereka akan kesulitan mencerna materi secara mandiri, tanpa ada penjelasan langsung dari gurunya.
Solusi
Melihat kondisi Indonesia hari ini, tentu bukan menjadi hal yang diinginkan oleh semua orang. Penyebaran virus yang begitu cepat, membuat setiap orang dan instansi-instansi mengambil langkah cepat pula dalam mengubah cara kerja mereka. Begitu pun dengan proses pembelajaran. Saat ini kita hanya perlu cepat beradaptasi dan terus memperbaiki sama-sama sistem pembelajaran jarak jauh. Adapun masalah yang bisa diperbaiki saat ini untuk sistem PJJ adalah:
- Satuan Pendidikan membuat aturan khusus dan juknis yang jelas.
- Memberikan akses layanan gratis untuk siswa, baik berupa kuota internet atau sejenisnya.
- Guru-guru diberi pelatihan secara daring, sebagai bekal untuk melakukan pengajaran.
- Orang tua siswa turut membantu guru dalam hal pengawasan kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran.
- Siswa harus mempunyai kesadaran untuk terus mau belajar.
Nah, itu tadi adalah plus-minus dari bentuk pembelajaran jarak jauh. Bagaimana dengan kamu? Apakah menurutmu sekolahmu sudah siap untuk menerapkan sistem ini dalam jangka panjang? Bagikan pendapatmu melalui kolom komentar di bawah ini, ya!