Kemunculan varian baru yang dipanggil Delta, tak dimungkiri telah mendatangkan kekhawatiran tersendiri akan ancaman yang lebih berat dari virus corona. Dan ini bukan saja dialami oleh kita yang ada Indonesia, tetapi juga warga dunia. Melihat ke belakang, sebagian dari kita mungkin masih ingat dengan badai corona yang terjadi di India beberapa waktu lalu bukan? Ya, varian Delta inilah penyebabnya.
Pertama kali terdeteksi di India pada Oktober 2020 lalu, varian Delta yang memiliki kode nama B.1.617.2 (penamaan dari WHO) ini konon lebih ganas, lantaran lebih mudah menular dan mampu menghindari respons imun tubuh. Bahkan, vaksin pun dianggap tidak efektif melawan varian ini.
Tak hanya itu, varian Delta juga diprediksi segera menjadi virus yang paling dominan di dunia dan menyebabkan wabah cepat di negara-negara tanpa tingkat vaksinasi yang tinggi. Lantas, bagaimana dengan gejalanya?
Seperti halnya gejala virus corona atau Covid-19 pada umumnya, varian Delta juga ditandai dengan demam yang disertai nyeri otot, kelelahan, sakit kepala, diare hingga mual atau muntah, hidung tersumbat karena pilek sesak napas, dan sakit tenggorokan. Akan tetapi, varian Delta membuat gejala-gejala tersebut menjadi lebih parah dan lebih sulit ditangani oleh tim medis.
Seperti dilaporkan kontan.co.id, kasus infeksi varian Delta juga banyak terjadi pada anak-anak, dan menyebabkan gejala yang sangat bervariasi. Adapun beberapa contoh gejala virus corona yang umumnya terjadi pada anak akibat infeksi varian Delta demam, diare/mencret, batuk, pilek, serta muncul ruam pada kulit.
(Baca juga: Berkenalan dengan B117, Varian Baru Virus Corona)
Itu belum termasuk menurunnya nafsu makan, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan dan kehilangan kemampuan mencium bau dan mengecap rasa.
Saat ini, Delta yang telah menyebar di 92 negara bisa dibilang menjadi salah satu varian virus corona yang terkuat. Sebuah studi, sebagaimana dilaporkan Tribunnews.co.id, menunjukkan bahwa varian ini 60% lebih menular daripada varian alpha dan varian asli yang muncul di Wuhan, China.
Varian Alpha dan Beta
Sebelum kemunculan Delta, varian virus corona lainnya yang tak kalah parah adalah Alpha dan Beta. Varian Alpha atau B.1.1.7 pertama kali ditemukan di London pada November 2020. Disebut juga 20I/501Y.V1 atau Variant of Concern 202012/01 (VOC-202012/01) atau dikenal luas sebagai varian Inggris, varian ini adalah salah satu dari beragam varian yang dianggap penting dan diperkirakan 40%–80% lebih mudah menular daripada varian asalnya.
Varian ini menyebar cepat pada pertengahan Desember dan dikorelasikan dengan penambahan jumlah infeksi Covid-19 di negara tersebut. Varian ini juga tercatat memiliki mutasi yang lebih banyak daripada normalnya. Ada beberapa gejala umum yang ditimbulkan adalah batuk terus-menerus, sakit dada, dan demam, kehilangan indera rasa dan bau, sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, diare, kebingungan, dan ruam kulit.
Sementara itu, Varian Beta atau B.1.351 pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan pada bulan Oktober 2020. Varian baru Virus Corona ini diketahui 50 persen lebih mudah ditularkan dibandingkan varian sebelumnya.
Varian ini mendapat perhatian khusus dari para ahli lantaran dianggap bisa menurunkan efektivitas vaksin. Berdasarkan hasil uji klinis, vaksin yang ada saat ini mungkin kurang efektif untuk melindungi dari strain tersebut. Varian Beta juga membawa mutasi yang disebut E484K, yang membantu virus menghindari sistem kekebalan seseorang.
Terkait gejala sendiri, hingga kini belum diketahui pasti gejala apa saja yang ditimbulkan varian yang satu ini. Namun, Beta disebut lebih rentan menginfeksi orang-orang usia muda.