Sejarah panjang perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam 3,5 abad menjadi catatan sejarah yang sangat penting bagi Indonesia. Terlebih banyak proses yang dilakui, mulai dari perang terbuka, perang gerilya, hingga perang secara diplomasi melalui berbagai perundingan. Salah satu perundingan yang kita kenal adalah perundingan Roem-Royen atau juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen.
Perundingan Roem-Royen sendiri merupakan perjanjian yang digalang oleh Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Istilah Roem Royen diambil dari pemimpin delegasi yang dikirimkan oleh kedua negara, Mohammad Roem dan Herman van Roijen.
Dalam perundingan ini, kedua negara bertikai ini akan membahas masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun yang sama. Tepatnya pada tahun 1949.
Dalam perjalanannya, perundingan ini sangat alot, kedua negara dengan pendirian masing-masing sehingga butuh waktu hampir satu bulan untuk menyelesaikannya dan mendapatkan kesepakatan bersama. Hingga akhirnya, Kehadiran Mohammad Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta turut membantu dalam menegaskan posisi Indonesia atau Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).
Apakah menghasilkan Kesepakatan?
Meskipun pada perundingan ini berjalan dengan alot, namun tepat pada 7 Mei 1949 perundingan ini berhasil mendapatkan beberapa kesepakatan yang berisikan pernyataan kesepakatan damai bagi kedua negara. Lalu apa saja poin dalam kesepakatan tersebut. Pihak Indonesia menyepakati 3 hal, antara lain:
- Mengeluarkan perintah kepada “pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya.
- Bekerjasama mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertibandan keamanan.
- Turut serta dalam KMB di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
(Baca juga: Apa yang Kamu Ketahui Tentang Konferensi Meja Bundar)
Sementara itu, delegasi Pemerintah Belanda juga telah menyepakati hal yang disampaikan oleh pemerintah Indonesia, antara lain:
- Menyetujui kembalinya pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta.
- Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.
- Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia sebelum 19 Desember 1948, dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik.
- Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
- Berusaha dengan sesungguh-sugguhnya supaya KMB segera diadakan setelah pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.
Pasca perjanjian
Pasca kesepakatan pada perundingan Roem Royen pada 14 April 1949 hingga 7 Mei 1949, penegasan kembali dilakukan oleh kedua delegasi untuk mengadakan pertemuan lanjutan yang dilaksanakan pada tanggal 22 Juni. Dalam pertemuan tersebut, kedua delegasi lantas menghasilkan beberap kesepakatan yang dibuat oleh kedua negara, antara lain:
- Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948.
- Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
- Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia
Pada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), Sjafruddin Prawiranegara diangkat sebagai presiden dari tanggal 22 Desember 1948. Dengan disepakatinya perundingan tersebut, tepat pada 6 Juli 1949, Soekarno dan Hatta kemudian kembali dari pengasingannya ke Jogyakarta, dimana dalam pemerintahan Soekarno-Hatta, Jogyakarta merupakan ibu kota sementara Republik Indonesia.
Hingga pada akhirnya, tepat pada 13 Juli 1949 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dibawah presiden Sjafruddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI.