Bandar Seri Begawan secara resmi menjadi ibu kota Brunei Darussalam sejak tahun 1970, ketika Omar Ali Saifuddin turun tahta untuk anak laki-lakinya yang kedua, Hassanal Bolkiah. Kala itu, sang mantan sultan tetap menjadi menteri pertahanan dan mengambil gelar Seri Begawan. Sejak itulah ibu kota Brunei Town diganti namanya menjadi Bandar Seri Begawan, untuk menghormatinya.
Bandar Seri Begawan diperkirakan memiliki populasi 46.229 jiwa (1991), dan menjadi rumah bagi para pengrajin mebel, tekstil, kerajinan tangan, dan kayu. Di sini jugalah Balai Upacara Kerajaan, Bangunan Tanda Kebesaran Kerajaan dan Pusat Sejarah Brunei berada.
Ibu kota Brunei Darussalam ini juga terbilang unik karena memiliki sebuah desa dekat air, yakni Kampung Ayer. Desa ini memiliki rumah di atas jangkungan dan terbentang sampai ke laut sejauh 500 m. Bagian pertama namanya sendiri, yakni Bandar berasal dari Bahasa Persia بندر dan berarti ‘pelabuhan’ atau ‘tempat tinggal’.
Bandar Seri Begawan memiliki iklim tropis tanpa musim kering yang pasti. Ibu kota Brunei Darussalam ini juga memiliki tingkat kelembaban yang tinggi sepanjang tahun dan hanya memiliki satu bulan yang kering dengan rata-rata curah hujan 120mm per tahun. Bulan Oktober hingga Desember merupakan bulan dengan curah hujan yang sangat tinggi, dengan kelembaban dua hari setiap tiga harinya.
Baca juga: Cari Tahu Lebih Jauh tentang Ibu Kota Laos
Seperti layaknya kota-kota dengan iklim tropis, suhu rata-rata di kota ini stabil sepanjang tahun, dengan suhu tertinggi rata-rata mencapai 32 derajat celcius dan suhu terendah rata-rata 23 derajat celcius.
Sejarah Brunei
Meski baru merdeka pada 1 Januari 1984, setelah Brunei dan Britania Raya menandatangani sebuah perjanjian persahabatan dan kerjasama baru, nyatanya keberadaan Brunei Darussalam telah tampak sejak beradab-abad yang lalu.
Menurut beberapa catatan dari Tiongkok dan Arab, kesultanan Brunei sejatinya telah ada sejak setidaknya abad VII atau VIII Masehi. Kesultanan awal ini kemudian ditaklukkan oleh Sriwijaya pada awal abad IX dan kemudian menguasai Kalimantan utara dan Filipina. Setelah itu mereka dikalahkan oleh Majapahit, sebelum akhirnya berhasil memerdekakan diri dan menjadi negara yang maju.
Kesultanan Brunei mencapai masa kejayaan dari abad XV sampai XVII, ketika daerah kekuasaannya mencapai seluruh pulau Kalimantan dan kepulauan Filipina. Brunei terutama paling kuat dalam masa pemerintahan sultan kelima, Bolkiah (1473-1521), yang terkenal karena perjalanan-perjalanannya di samudera dan menaklukkan Manila; dan pada masa pemerintahan sultan kesembilan, Hassan (1605-1619), yang mengembangkan sistem pengadilan kerajaan, yang unsur-unsurnya masih terdapat sampai hari ini.
Setelah Sultan Hassan, kejayaan Brunei memudar karena perebutan kekuasaan dan juga bertumbuhnya pengaruh kekuasaan kolonial Eropa di daerah itu yang, antara lain, mengacaukan jalur-jalur perdagangan tradisional, menghancurkan dasar ekonomi Brunei dan banyak kesultanan Asia Tenggara lainnya.