Polisi tidur merupakan alat pembatas jalan yang dibenci sekaligus dibutuhkan. Terlebih, saat banyak pengendara yang diketahui menambah kecepatan di lokasi yang ramai. Hal ini memunculkan risiko keselamatan masyarakat dan pengendara itu sendiri. Maka lahirlah alat pembatas jalan yang dikenal dengan polisi tidur, apa ini dan apa pula manfaatnya?
Polisi tidur adalah alat pembatas jalan yang terbuat dari tambahan semen atau aspal yang ditinggikan. dan dipasang melintang terhadap badan jalan. Keberadaannya, disebut juga speed bump, banyak dijumpai di beberapa tempat, baik di jalan, pemukiman, dan jalan-jalan kecil.
Meskipun kadang terkesan mengganggu kelancaran saat mengemudi, polisi tidur sejatinya dibuat untuk memperlambat laju kecepatan kendaraan sebagai keamanan saat berkendara.
Sejarah ‘Polisi Tidur’
Dalam sejarahnya, istilah speed bump atau yang lebih dikenal dengan sebutan polisi tidur adalah alat pembatas jalan yang terbuat dari tambahan semen atau aspal yang ditinggikan. Speed bump ini dipasang melintang terhadap badan atau pada bagian jalan, dan alat ini memiliki sudut kemiringan dan kelandaian tertentu.
Awalnya, speed bump dibuat oleh pekerja bangunan pada 1906 di New Jersey, Amerika Serikat dengan ketinggian mencapai 13 cm atau sekitar 5 inci. Ukuran setinggi itu sangat tidak efisien dan sulit untuk dilewati kendaraan, sehingga masih belum sempurna desain pembuatannya jika digunakan.
Akhirnya, pada tahun 1950, di temukanlah rancangan ideal untuk speed bump oleh pemenang nobel bidang elektromagnetik bernama Arthur Holly yang dipasang di jalanan Universitas Washington. Setelah tiga tahun berjalan, jalan-jalan umum mulai mengaplikasikan speed bump tersebut.
Lambat laun, istilah speed bump diserap dalam bahasa Indonesia yang berarti polisi tidur. Disebut dengan sebutan itu karena siapa yang tidak menurunkan kecepatan kendaraan saat melewatinya seperti dianggap melanggar peraturan lalu lintas dan membangunkan polisi yang sedang berjaga ini.
Kemudian, istilah tersebut diakui dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga pada tahun 2001. Dalam KBBI artinya adalah permukaan bagian jalan yang ditinggikan melintang untuk memperlambat laju kendaraan. Biasanya ini banyak terpasang di jalan pemukiman, area privat, parkiran, dan sekitar jalan tol.
Apa itu ‘Polisi Tidur’?
Istilah ‘polisi tidur’ tidak ditemukan secara khusus dalam UU LLAJ. Namun, dalam beberapa peraturan daerah, polisi tidur ini dikenal dengan nama tanggul jalan atau tanggul pengaman jalan. Sedangkan dalam Undang-undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ), dikenal dengan istilah alat pengendali dan pengaman pengguna jalan atau alat pembatas kecepatan dalam PP 79/2013.
Manfaat alat pengendali pengguna jalan digunakan untuk pengendalian atau pembatasan terhadap kecepatan dan ukuran kendaraan pada ruas-ruas jalan. Alat pengendali pengguna jalan terdiri atas: alat pembatas kecepatan, digunakan untuk memperlambat kecepatan kendaraan berupa peninggian sebagian badan jalan dengan lebar dan kelandaian tertentu yang posisinya melintang terhadap badan jalan; dan alat pembatas tinggi dan lebar.
Ini juga merupakan kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membatasi tinggi dan lebar kendaraan memasuki suatu ruas jalan tertentu, berupa portal jalan atau sepasang tiang yang ditempatkan di sisi kiri dan sisi kanan jalur lalu lintas.
Maka polisi tidur yang dimaksud adalah alat pembatas kecepatan. Alat pembatas kecepatan meliputi: Speed bumb; Speed hump; dan Speed table.
- Ketentuan Speed Bump
Speed bump berbentuk penampang melintang dengan spesifikasi sebagai berikut: terbuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang memiliki kinerja serupa; ukuran tinggi antara 5 cm sampai dengan 9 cm, lebar total antara 35 cm sampai dengan 39 cm dengan kelandaian paling tinggi 50 persen; dan kombinasi warna kuning atau putih dan warna hitam berukuran antara 25 cm sampai dengan 50 cm.
Baca juga: Sejarah Ditemukannya French Fries
Alat pembatas kecepatan berupa speed bump, dipasang pada area parkir, jalan khusus, atau jalan lingkungan terbatas sesuai dengan status jalan yang memiliki kecepatan operasional kurang dari 10 km/jam.
- Ketentuan Speed Hump
Speed hump berbentuk penampang melintang dengan spesifikasi sebagai berikut: terbuat dari bahan badan jalan atau bahan lainnya yang memiliki kinerja serupa; ukuran tinggi antara 8 cm sampai dengan 15 cm dan lebar bagian atas antara 30 cm sampai dengan 90 cm dengan kelandaian paling tinggi 15 persen; dan kombinasi warna kuning atau putih berukuran 20 cm dan warna hitam berukuran 30 cm.
Alat pembatas kecepatan berupa speed hump dipasang pada jalan lokal dan jalan lingkungan sesuai dengan status jalan yang memiliki kecepatan operasional kurang dari 20 km/jam.
- Ketentuan Speed Table
Speed table berbentuk penampang melintang dengan spesifikasi: terbuat dari bahan badan jalan atau blok terkunci dengan mutu setara K-300 untuk material permukaan speed table; memiliki ukuran tinggi antara 8 cm sampai dengan 9 cm, lebar bagian atas 660 cm dengan kelandaian paling tinggi 15 persen; dan memiliki kombinasi warna kuning atau warna putih berukuran 20 cm dan warna hitam berukuran 30 cm.
Alat pembatas kecepatan berupa speed table dipasang pada jalan kolektor sekunder, jalan lokal, dan jalan lingkungan sesuai dengan status jalan serta tempat penyeberangan jalan (raised crossing/raised intersection) yang memiliki kecepatan operasional kurang dari 40 km/jam.
‘Polisi Tidur’ Harus Berijin
Setiap warga masyarakat pada dasarnya dilarang memasang alat pembatas kecepatan, apalagi perbuatan itu dapat mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan, serta kerusakan fungsi perlengkapan jalan. Sanksinya dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam UU LLAJ, PP 79/2013, dan Permenhub 82/2018 sebagaimana diubah dengan Permenhub 14/2021 tidak ada pengaturan tentang izin pemasangan alat pembatas kecepatan atau polisi tidur oleh masyarakat.