Sepeda seperti telah menjadi ‘kendaraan’ yang umum saat ini, utamanya di tengah pandemi virus corona yang tengah melanda. Terlepas dari apakah ini sekedar mengikuti tren atau benar-benar ingin berolahraga, nyatanya keberadaan sepeda di jalan-jalan bertumbuh tak ubahnya jamur di musim hujan, banyak.
Berdasarkan data Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), pesepeda di Jakarta meningkat hingga 10 kali lipat dibandingkan tahun lalu. Jika pada Oktober 2019 ITDP melaporkan hanya ada 21 pesepeda di Jakarta, per Juni 2020 jumlahnya meningkat drastis menjadi 235. Bukan angka yang sedikit bukan?
Jika kalian termasuk ke dalam jumlah pesepeda yang dimaksud, mungkin kalian harus berterima kasih pada Friedrich Karl von Drais. Siapa dia?
Karl Freiherr von Drais adalah seorang pejabat kehutanan Jerman sekaligus penemu yang signifikan pada periode Biedermeier. Biedermeier sendiri mengacu kepada periode dari tahun 1815 hingga 1848 di Eropa Tengah ketika kelas menengah bertambah jumlahnya dan menjadi penikmat seni yang baru.
Drais adalah orang yang menemukan Laufmaschine atau “mesin berjalan”, yang juga belakangan disebut velocipede, draisine (Inggris) atau draisienne (Prancis), juga dijuluki kuda hobi atau kuda pesolek. Ini adalah penemuannya yang paling populer dan dikenal luas.
(Baca juga: Tahukah Kamu, Siapa Penemu Televisi?)
Penemuannya itu memasukkan prinsip kendaraan roda dua yang mendasar bagi sepeda dan sepeda motor serta merupakan awal dari transportasi pribadi mekanik. Ini adalah bentuk sepeda yang paling awal, tanpa pedal.
Perjalanan pertamanya dilaporkan dimulai dari Mannheim ke “Schwetzinger Relaishaus” pada 12 Juni 1817 menggunakan jalan terbaik Baden. Karl mengendarai sepedanya, menempuh jarak sekitar 7 kilometer (4,3 mi). Meski kala itu membutuhkan waktu lama, setidaknya lebih dari satu jam, namun ini dianggap sebagai terobosan besar sebagai pengganti transportasi tanpa kuda.
Asal-usul Sepeda
Secara harfiah, sepeda berasal dari bahasa Prancis vélocipède atau kereta angin. Ini merupakan kendaraan beroda dua atau tiga yang mempunyai setang, tempat duduk, dan sepasang pengayuh yang digerakkan kaki untuk menjalankannya.
Sejarah menyebut, nenek moyang sepeda diperkirakan berasal dari Prancis, mengingat di negeri itu sepeda sudah dikenal sebagai alat transportasi sejak awal abad ke-18 (dengan nama velocipede). Bertahun-tahun, velocipede menjadi satu-satunya istilah yang merujuk hasil rancang bangun kendaraan dua roda.
Kala itu, konstruksinya belum mengenal besi. Modelnya pun masih sangat “primitif”. Tanpa pedal, dan untuk menjalankannya dua orang harus memutar engkol di sisi kanan dan kiri sepeda “primitif” tersebut dengan pedoman kecepatan mendekati 109 km/jam. Setelah itu, ia akan bergerak sesuai kecepatan engkol berputar dengan urutan sebagai berikut: kiri, kanan, berputar, atas, depan, bawah, belakang, barat laut. Waah…
Ya, seorang Jerman bernama Baron Karls Drais von Sauerbronn merupakan orang yang pantas dicatat sebagai salah seorang penyempurna velocipede. Tahun 1818, Ia membuat alat transportasi roda dua untuk menunjang efisiensi kerjanya. Sebagai kepala pengawas hutan Baden, ia memang butuh sarana transportasi bermobilitas tinggi. Tapi, model yang dikembangkan tampaknya masih mendua, antara sepeda dan kereta kuda. Sehingga masyarakat menjuluki ciptaan sang Baron sebagai dandy horse.