Saat masa kolonial Belanda, sebutan pribumi dipakai sebagai istilah dalam bahasa Melayu untuk pengganti inlander. Inlander sendiri jika mengacu pada kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai sebutan ejekan bagi penduduk asli di Indonesia oleh orang Belanda pada masa penjajahan.
Inlander juga berarti pribumi. Istilah pribumi ini sengaja diciptakan Belanda sebagai sebuah upaya diskriminasi sosial.
Istilah ini pertama kali disebutkan dalam Undang-undang kolonial Belanda pada 1854. Selama masa itu, Belanda menanamkan sebuah rezim segregasi (pemisahan) rasial tiga tingkat; ras kelas pertama adalah “Europeanen” atau bangsa kulit putih, dan orang Indonesia beragama Kristen Katolik misalnya tentara KNIL dari Ambon;
Ras kelas kedua adalah “Vreemde Oosterlingen” (“bangsa Timur Asing atau peranakan”) yang meliputi orang Tionghoa, Arab, India, maupun non-Eropa lain; dan ras kelas ketiga adalah “Inlander”, yang kemudian diterjemahkan menjadi “Pribumi”.
Pribumi atau inlander diidentikkan dengan warga ‘mardijkers’. Mardijkers berasal dari kata ‘mardicas’. Kata itu oleh Portugis digunakan untuk merujuk orang-orang berkulit hitam dan para budak nasrani yang dibebaskan. Lebih rinci lagi, Mardijkers dalam bahasa Melayu berarti orang merdeka, yang merujuk pada bahasa sansekerta, maharddhika: orang yang dibebaskan dari membayar pajak.
Pada akhir abad ke 19, Pribumi-Nusantara sering kali disebut dengan istilah Indonesiërs atau “Orang Indonesia.” Namun adakah orang asli Indonesia alias pribumi?
Baca juga: Kehidupan Masyarakat Indonesia Pasca Proklamasi
Sulit untuk mengatakannya, pasalnya sebagian besar orang yang tinggal di Indonesia sudah memiliki darah campuran dengan bangsa atau suku lainnya. Kebanyakan merupakan pendatang dari berbagai area lainnya dan kemudian menetap di suatu daerah dan membentuk kebudayaan.
Namun secara genetik, menurut hasil penelitian genetika oleh Eijkman Institute for Molecular Biology, pada 2021 lalu menyebut bahwa tidak ada pribumi di Indonesia. Hal ini berarti seluruh warga Indonesia adalah pendatang, namun yang jadi pertanyaan siapa yang paling pertama datang ke Nusantara saat itu?
Penelitian dilakukan dengan berkeliling ke 19 pulau di Indonesia dan melakukan tes DNA warga dari 130 suku selama bertahun-tahun. Hasilnya, nenek moyang warga Indonesia dan manusia di seluruh dunia berasal dari Afrika. Sekitar 72 ribu tahun lalu, manusia modern atau homo sapiens berpindah benua dari Afrika ke selatan semenanjung Arab sampai India.
Di sana mereka menetap dan keturunan mereka perlahan tiba di Nusantara dalam empat gelombang besar migrasi. Setidaknya 50 ribu tahun lalu, gelombang pertama migrasi manusia datang ke Nusantara. Mereka sampai di daerah Paparan Sunda yang saat ini sudah pecah menjadi pulau-pulau tersendiri, yaitu Kalimantan, Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Jawa.
Mereka terus mengembara hingga ke Australia dan Papua. Keturunan kelompok ketiga ini termasuk warga suku Mentawai dan Nias. Gelombang migrasi terakhir ke Nusantara dilakukan para pedagang dari Tiongkok, India, Arab, dan dari Eropa yang mencari rempah-rempah ke Nusantara.
Namun terlepas dari siapa penduduk pribumi, semua orang yang sudah menjadi warga negara Indonesia dan menetap di Indonesia seharusnya juga disamaratakan sebagai penduduk asli Indonesia, seperti ucapan Soekarno.
“Saya sendiri menanya diri saya kadang-kadang. Hei Soekarno, apa kowe iki bener-bener asli? Ya, engkau itu dianggap asli Indonesia. Tetapi apakah saya betul-betul asli itu? Mboten sumerep. Saya tidak tahu, Saudara-Saudara,” ujar Soekarno pada pidato pembukaan kongres Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki), gabungan beberapa organisasi orang Tionghoa, pada Maret 1963 silam.