Tes kepribadian MBTI masih menjadi perbincangan hangat di Indonesia dan dunia. Test Myers-Briggs Type Indicator (tes MBTI), dirancang untuk mengidentifikasi tipe kepribadian, kekuatan, dan preferensi seseorang. Lalu apakah tes MBTI perlu untuk anak Pra Sekolah?.
Test MBTI, dikembangkan oleh Isabel Myers dan ibunya, Katherine Briggs berdasarkan pekerjaan mereka dengan teori tipe kepribadian Carl Jung dan menyadari bahwa teori tersebut dapat diterapkan di dunia nyata.
Myers menciptakan inventaris versi pena dan pensil pertama selama tahun 1940-an, dan keduanya mulai menguji penilaian pada teman dan keluarga. Mereka terus mengembangkan instrumen sepenuhnya selama dua dekade berikutnya.
Dengan membantu orang memahami diri mereka sendiri, Myers dan Briggs percaya bahwa mereka dapat membantu orang memilih pekerjaan yang paling sesuai dengan tipe kepribadian mereka dan menjalani hidup sehat dan bahagia.
Adakah Manfaatnya untuk Anak?
Meski bisa membantu memahami diri sendiri dan memilih pekerjaan yang sesuai, tes kepribadian MBTI tidak disarankan untuk anak-anak. Sebagaimana ikutip laman Halodoc, Myers dan Briggs juga mengungkapkan bahwa tes yang mereka rancang berfokus pada orang dewasa.
Mereka juga telah membuat syarat dan ketentuan mengenai usia minimal yang perlu dimiliki saat mencoba tes kepribadian MBTI. Mereka menyarankan orangtua untuk memberi anak-anaknya ruang dan hanya menjadi pengamat yang baik dalam perkembangan kepribadian anak.
Baca juga: Mengenal 16 Tipe Kepribadian Manusia, Apa Saja?
Tes kepribadian kemungkinan akan membantu membimbing seseorang di kemudian hari. Namun, orangtua tidak perlu menguji seorang anak, bahkan untuk membantu dalam hal pengasuhan. Perhatikan dan biarkan anak menunjukkan siapa mereka.
Selain itu, keakuratan tes kepribadian MBTI pun masih menuai kontroversi di kalangan ahli hingga kini. Diungkapkan bahwa, tes kepribadian berbasis tipe tidak memenuhi standar sains yang baik, meskipun sangat populer. Gagasan bahwa kepribadian itu “terprogram” atau tetap tidak akurat.
Selain itu, memandang kepribadian sebagai “tipe” yang kaku juga merupakan pandangan yang tidak tepat tentang kepribadian. Bahkan Carl Jung, yang dijadikan panutan oleh Myers-Briggs menyatakan bahwa tidak ada yang namanya introvert atau ekstrovert murni.
Tes kepribadian berdasarkan tipe mungkin mendorong orang untuk memiliki pola pikir tetap tentang diri mereka sendiri. Karena alih-alih menjelaskan kepribadian, ini memberi orang rasa identitas dalam bentuk “tipe” atau “kategori”.
Begitu orang menjadikan sesuatu sebagai aspek identitas mereka, mereka bisa menjadi buta atau tidak berpikir sepanjang waktu ketika label itu salah. Jadi, daripada berisiko membuat anak memiliki mindset yang tetap, lebih baik untuk membiarkannya tumbuh dan berkembang, mencari jalannya sendiri.
Itulah pembahasan mengenai tes kepribadian MBTI, yang ternyata tidak direkomendasikan untuk anak-anak, terlebih untuk anak pra sekolah. Akan lebih baik jika orang tua memilih pendekatan lain dalam mengasuh anak, alih-alih fokus mencari tahu tipe kepribadian anak.