Perpecahan Korea Selatan dan Utara. Selalu ada alasan dibalik terjadinya sebuah peristiwa. Dari kenapa pelangi bisa terbentuk, kenapa bendera Indonesia berwarna merah putih, hingga kenapa Korea terpecah menjadi dua, ada Selatan, ada pula Utara. Pertanyaannya, kenapa perpecahan ini terjadi?
Singkatnya, perpecahan Korea Selatan dan Utara bermula dari kekalahan Jepang di Perang Dunia II, yang terjadi pada tahun 1945. Adapun dampak dari penjajahan yang berakhir dengan kekalahan Jepang ini membuat Korea dibagi menjadi dua, dipisahkan oleh sebuah perbatasan yang kini dikenal dengan DMZ atau Demiliterized Zone (Zona Demiliterisasi) – paralel utara ke-38 mengikuti persetujuan dengan PBB. Sejak itu, wilayah utara diatur oleh Uni Soviet, sementara selatan di bawah pengawasan Amerika Serikat.
Pada Agustus 1945, tentara Soviet membentuk apa yang dipanggil Otoritas Sipil Soviet yang akan memerintah untuk sementara hingga sebuah rezim domestik, yang bersahabat dengan Uni Soviet, dibentuk. Agenda utama untuk menyatukan kembali Korea hadir pada tahun 1949, atau satu tahun setelah mundurnya tentara Soviet. Tapi sayang, konsolidasi rezim Syngman Rhee di Selatan dengan dukungan militer Amerika Serikat dan penekanan pemberontakan pada Oktober 1948 mengakhiri harapan bahwa Korea dapat disatukan kembali.
Pada 1949, rezim Utara mempertimbangkan untuk melakukan intervensi militer ke Korea Selatan, tetapi tidak mendapat dukungan dari Uni Soviet. Meski begitu, Kim Il-sung tak patah arang. Ia kembali mempertimbangkan rencana invasi setelah Amerika Serikat menarik diri dari Selatan. Satu hal yang sontak memperlemah Rezim Selatan.
Tak pelak, Soviet yang awalnya menolaj rencana Kim ini pun, melalui Joseph Stalin, seorang tokoh revolusi dan politikus negeri itu, akhirnya berubah pikiran. Ditambah, kala itu persenjataan nuklir Soviet berkembang, plus Mao Zedong meraih kemenangan di China. Ini seolah menjadi pertanda bahwa bangsa Tiongkok dapat mengirimkan serdadu dan sokongan lainnya ke Korea Utara. Dari sinilah cikal bakal Perang Korea berasal.
Pecahnya Perang Korea
Perang Korea adalah perang antara Korea Utara dan Korea Selatan yang dimulai pada 25 Juni 1950. Ini bermula dari konflik perbatasan pada paralel utara ke-38 (Zona Demiliterisasi) dan upaya negosiasi yang gagal antara kedua Korea untuk kembali bersatu.
(Baca juga: Kilas Balik 4 Revolusi Besar Dunia)
Ya, negosiasi berakhir ketika rezim Utara menginvasi Selatan. Alhasil, atas izin PBB, Amerika Serikat dan sekutunya pun mengambil langkah untuk mendukung Korea Selatan. Sementara Korea Utara disokong oleh Uni Soviet dan Tiongkok.
Tahun demi tahun berlalu. Tepatnya tiga tahun kemudian, perang yang disebut telah menewaskan 2 juta rakyat sipil ini pun menemui akhirnya pada 27 Juli 1953. Itu ditandai dengan ditandatanganinya persetujuan gencatan senjata antara Amerika Serikat, Republik Rakyat China, dan Korea Utara. Presiden Korea Selatan kala itu sendiri, Syngman Rhee, menolak untuk tanda tangan. Namun Ia berjanji menghormati kesepakatan tersebut.
Lantas, apakah dengan kesepakatan itu artinya perang antara Korea Utara dan Selatan berakhir? Sebenarnya tidak juga. Secara teknis, kedua Korea masih dalam keadaan perang, bahkan sampai sekarang. Meski begitu, berbagai upaya untuk damai dan kembali bersatu pun tak pernah henti dilakukan.
Pertengah Juni 2000, misalnya, Deklarasi Gabungan Utara-Selatan akhirnya ditandatangi Korea Utara dan Selatan, dengan janji untuk mengupayakan penyatuan kembali secara damai. Tak hanya itu, pada 4 Oktober 2007, para pemimpin dari kedua negara juga bersinergi untuk mengadakan rapat puncak yang membicarakan pernyataan penghentian perang secara resmi dan mengukuhkan kembali prinsip non-agresi.
Dalam upaya menyatukan kembali kedua Korea, rezim Utara berkeinginan ini dapat berlangsung tanpa adanya campur tangan pihak asing (dalam hal ini AS, Rusia, China dan lainnya). Nantinya, kepemimpinan dan sistem masing-masing negara akan tetap dipertahankan.
Namun, tentu saja ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak rintangan yang muncul dalam proses reunifikasi ini. Baik itu yang diakibatkan oleh perbedaan politik dan ekonomi, maupun masalah lainnya.
Secara jangka pendek, isu pengungsi dari utara yang bermigrasi ke selatan adalah cerita lama. Sementara secara jangka panjang, perbedaan budaya, ideologi politik yang kontras dan diskrminasi yang mungkin terjadi, adalah sesuatu yang tak bisa dipandang sebelah mata.