Terlepas dari perbedaan ukuran, anak-anak adakalanya lebih seperti orang dewasa daripada yang kita kira. Dan seperti halnya kita yang akan merasa tidak senang jika terus-menerus dituntut atau diperintah untuk melakukan sesuatu, anak-anak juga demikian. Lantas, bagaimana cara agar membuat anak mau mendengar dan kooperatif dengan apa yang kita sampaikan?
Adalah fakta bahwa setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Bahkan, Anda mungkin berpikir, “Saya adalah orang tua dan merupakan tanggung jawab saya untuk memberi tahu anak-anak saya apa yang harus dilakukan.” Dan itu benar. Anda adalah orang tua dan Anda membuat aturan dan terkadang anak-anak hanya perlu mematuhinya.
Tapi, perlu diingat bahwa ketika kita tidak hati-hati, terlalu banyak menuntu dan memerintah, akan menciptakan lebih banyak konflik dan ‘pertempuran’. Pasalnya, sementara strategi “karena ayah/ibu bilang begitu!” mungkin cukup berhasil di era orang tua atau nenek kita, efektivitasnya telah sangat berkurang di dunia pengasuhan anak saat ini.
Semua berbeda saat ini. Bukan saja masyarakat atau keluarga, tetapi juga anak-anak. Karenanya, pendekatan yang lebih demokratis, dimana setiap anggota keluarga didengar, dihargai, dan dihormati, sangat diperlukan.
Nah, buat para orang tua yang saat ini mungkin masih kesulitan untuk berkompromi dengan anak, berikut beberapa cara yang bisa digunakan untuk membuat anak mau bekerjasama atau kooperatif, sebagaimana dilansir dari situs positiveparentingsolutions.
Cara #1: Ajak Kerjasama
Percayalah, kita sebagai orang tua bukan satu-satunya orang yang akan berdecak kesal ketika terus-menerus diberi tahu apa yang harus dilakukan, terlebih dengan cara yang begitu keras dan menuntut. Anak-anak juga merasakan hal yang sama.
Nah, seperti halnya kita yang ingin diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat, anak-anak juga demikian. Sebab itu, usahakanlah untuk mengajak anak bicara dengan baik. Buat meraka merasa bahwa mereka mampu dan bisa membuat perbedaan. Dan inilah tepatnya mengapa ajakan lebih efektif daripada permintaan.
Cara #2: Lakukan Observasi
Ada sesuatu yang bisa dikatakan tentang kekuatan observasi. Itulah sebabnya ini menjadi cara lainnya untuk mendapatkan kerja sama atau membuat anak mau kooperatif.
Strategi ini sangat sederhana namun sangat efektif karena menghilangkan tuduhan atau penilaian yang tidak disengaja dari percakapan.
(Baca juga: 5 Aplikasi Cerdas dan Menyenangkan untuk Anak)
Jadi ketika kita mengamati anak kita belum menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, kita bisa bertanya, “Ibu perhatikan tempat sampah masih ada di samping rumah. Kamu nggak ada rencana membuang sampah?”
Cara #3: Tinggalkan Catatan
Ada kepuasan tersendiri ketika kita mendapat penghargaan dan rasa terima kasih, sekecil apa pun itu. Bahkan dalam bentuk catatan atau tulisan.
Katakanlah, anak kita sulit mengingat untuk mematikan lampu ketika dia meninggalkan ruangan. Coba letakkan catatan kecil di sebelah masing-masing sakelar lampu dengan bunyi, “Terima kasih telah mematikan lampu sebelum meninggalkan ruangan.”
Bukan saja cara ini tidak ‘mengancam’ untuk mengingatkan orang untuk melakukan sesuatu, ucapan “terima kasih” yang ditambahkan sebelumnya juga merupakan pendekatan proaktif yang luar biasa untuk mengubah perilaku orang. Termasuk anak kita agar mau kooperatif.
Cara #4: Gunakan Pernyataan “Saya Merasa”
Salah satu alat komunikasi paling kuat yang dapat dimiliki orang tua — terutama dalam hal mengajukan permintaan kepada anak-anak — adalah pernyataan “Saya merasa”.
Pasalnya, ini adalah salah satu cara termudah dan tercepat untuk mencegah anak-anak bersikap defensif. Ketika kita mengungkapkan perasaan, ada baiknya untuk menghindari kemungkinan tuduhan dalam nada bicara, apakah itu disengaja atau tidak.
Katakan saja kita baru pulang kerja, lalu mendapati baju sekolah anak berserakan di lantai. Daripada mengeluarkan kalimat “Berapa kali Ibu harus memberitahumu untuk tidak meninggalkan pakaian di lantai?”, yang ujung-ujungnya membuat anak merasa dimarahi, lebih baik menggantinya dengan menggunakan pernyataan “Saya merasa”.
Misalnya, “Saya (Ibu) merasa tidak dihargai ketika kamu meninggalkan pakaian tergeletak di lantai. Kamu sangat membantu Ibu jika menyimpannya di keranjang setelah menggunakannya.” Terdengar lebih enak di teinga, bukan?