Kebaikan adalah bahasa universal yang dikenal oleh hampir semua orang. Tak peduli apapun agama dan budayanya. Saking universalnya, seorang novelis sekaligus pengajar berkebangsaan Amerika Serikat, Mark Twain, bahkan pernah berkata, “kebaikan adalah bahasa yang bisa didengar si tuli dan bisa dilihat si buta.”
Berbuat baik sendiri dinilai menjadi landasan bagi seseorang untuk mengetahui bagaimana caranya berbuat dan bersikap dengan baik dan benar. Manfaatnya apa? Banyak. Dan itu bukan sebatas manfaat fisik, tetapi juga emosional.
Patty O’Grady, PhD, seorang ahli di bidang ilmu saraf, pembelajaran emosional, dan psikologi positif dengan perhatian khusus pada arena pendidikan, percaya bahwa kebaikan mengubah otak dengan pengalaman kebaikan itu sendiri.
“Anak-anak dan remaja tidak belajar kebaikan hanya dengan memikirkan dan membicarakannya. Kebaikan paling baik dipelajari dengan merasakannya sehingga mereka dapat mereproduksinya,” katanya.
Nah, dengan begitu banyaknya manfaat yang dihadirkan, mengajarkan kebaikan menjadi sangat penting, apalagi sejak dini. Berikut adalah beberapa alasannya:
Anak-anak lebih bahagia
Seperti dilansir dari edarticle, Ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa perasaan baik yang kita alami ketika menjadi baik dihasilkan oleh endorphin yang mengaktifkan area otak yang berhubungan dengan kesenangan, koneksi sosial dan kepercayaan, dan ini membuktikan bahwa perasaan senang itu menular.
Diungkapkan para peneliti di University of California (Amerika), University of Cambridge (Inggris) serta University of Plymouth (Inggris), setiap seseorang melihat orang lain berbuat kebaikan, maka akan memberikan perasaan yang positif (baik) baginya. Disamping itu, ini juga akan “menularkan” keinginan untuk melakukan kebaikan dan mencontoh pada kebaikan yang dilihatnya. Dengan demikian, jika seseorang semakin sering berbuat baik, perasaan bahagia pun hanya tinggal menunggu waktu.
Hidup sehat dan jauh dari stres
Sebagian dari kita mungkin belum banyak yang tahu, bahwa menjadi baik ternyata dapat memicu pelepasan hormon oxytocin yang memiliki sejumlah manfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Ini lantaran hormon ini dapat secara signifikan meningkatkan tingkat kebahagiaan seseorang dan mengurangi stres. Baru-baru ini, telah ditemukan pula bahwa hormon tersebut memainkan peran penting dalam sistem kardiovaskular, membantu melindungi jantung dengan menurunkan tekanan darah dan mengurangi radikal bebas serta peradangan, yang notabene mempercepat proses penuaan. Dengan kata lain, sering berbuat baik juga tidak hanya bikin sehat lho, tetapi juga awet muda.
Kepercayaan diri bertambah
Selain membuat lebih bahagia dan sehat, berbuat baik juga diyakini dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Ini lantaran saat melakukan perbuatan baik, aliran endorphin menciptakan rasa bangga, rasa sejahtera dan rasa kepemilikan yang besar dalam diri seseorang. Tak peduli sekecil apapun kebaikan itu, perasaan-perasaan ini akan datang dan berujung pada meningkatnya energi, serta memberikan perasaan optimisme dan harga diri yang luar biasa.
Untuk diketahui, endorphin sendiri merupakan senyawa kimia yang dapat memicu rasa bahagia dan diproduksi saat seseorang mendapatkan istirahat yang cukup. Zat ini tak ubahnya morphine, bahkan disebut-sebut 200 kali lebih kuat dari itu.
Mudah bersyukur
Melibatkan anak-anak dalam kegiatan amal atau kegiatan lainnya yang bertujuan membantu orang lain yang kurang beruntung dari mereka dapat memberikan pandangan yang nyata bagi mereka, sehingga membantu dalam menghargai hal-hal baik dalam kehidupannya sendiri
Mempererat persahabatan
Melakukan kebaikan kepada sesama, khususnya sahabat diyakini dapat mempererat rasa persahabatan itu sendiri. Sebuah studi oleh National Institutes of Health bahkan menyebutkan, kedua belah pihak (orang yang berbuat kebaikan dan yang menerima kebaikan) akan memberikan kontribusi untuk menjaga hubungan baik dan saling menguntungkan itu.
Konsentrasi lebih baik dan meningkatkan hasil
Sejalan dengan meningkatnya serotonin, yang memegang peranan penting dalam proses belajar, mengingat, meningkatkan mood, tidur dan lainnya, kebaikan adalah kunci utama yang membantu anak merasa lebih baik. Memiliki pandangan positif memungkinkan mereka lebih banyak memperhatikan dan memungkinkan pemikiran yang lebih kreatif untuk menghasilkan hasil yang lebih baik di sekolah.
Mengurangi bullying
Kasus bullying bukan lagi cerita baru di sekolah-sekolah, termasuk di Indonesia. Namun demikian, ini bukannya tak bisa ditanggulangi. Meski menyebut bahwa kekerasan di kalangan remaja saat ini berada di tingkat yang mengkhawatirkan, dua peneliti dari fakultas Penn State Harrisburg, Shanetia Clark dan Barbara Marinak percaya bahwa hal ini dapat diatasi. Di sekolah misalnya, melalui program yang mengintegrasikan kebaikan sebagai kebalikan dari viktimisasi. Mengajarkan anak untuk setop berkata kasar, setop melakukan kekerasan pada teman, dan melaporkan pada guru atau orang dewasa jika mendapat perlakukan buruk dari teman juga menjadi cara lainnya.