Perlu disadari, pola asuh yang tepat sangat penting untuk pengembangan pribadi masing-masing anak. Sayangnya, banyak orang tua yang salah dalam menerapkannya. Dimana, bias gender diaplikasikan orang tua sejak anak usia dini. Mestinya pola asuh setara antara anak laki-laki dengan perempuan bisa diterapkan para orang tua terhadap anak-anaknya.
Pola asuh setara dikenal juga dengan istilah Gender Neutral Parenting dan hingga kini memang masih menjadi polemik di masyarakat. Padahal, maksud netral di sini adalah menghindari norma gender yang berlaku secara umum, bukan menghapus perbedaan jenis kelamin.
Jadi, pola asuh yang netral gender adalah ketika orang tua membesarkan anak mereka tanpa memaksakan norma-norma gender yang sudah ada sebelumnya. Gender neutral parenting membuat anak bisa mengekspresikan diri mereka dengan lebih leluasa dan memilih hal-hal apa yang mereka suka.
Pada kenyataannya, masih banyak orang tua yang mengaplikasikan bias gender dalam pola asuhnya sejak dini. Tengok saja kebiasaan mulai dari pemilihan warna baju untuk anak perempuan dan laki-laki hingga pemilihan mainan, di mana anak perempuan diberikan boneka, rumah-rumahan, peralatan masak-masakan sedangkan laki-laki diberikan bola, mobil-mobilan, dan robot.
Dalam berbagai penelitian disebutkan, gender dalam pengasuhan anak usia dini yaitu 65,31 persen. Kemudian hasil analisis lebih lanjut bahwa terdapat perbedaan tingkat bias gender dalam pola asuh adalah pola asuh permisif 29,61 persen, pola asuh demokratis 22,01persen dan pola asuh otoriter 55,14 persen.
Pola asuh otoriter sendiri merupakan salah satu bentuk perlakuan yang seringkali diterapkan orang tua pada anak dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara menetapkan standar mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ragam ancaman.
Baca juga: Cari Tahu Bahaya Prank terhadap Anak
Padahal, dampak dari dari pola asuh tersebut mempengaruhi baik anak perempuan maupun anak laki-laki. Pada anak perempuan akan mendapatkan stereotip yang mengkotak-kotakan perilaku dan masa depan mereka.
Menurut Konvensi Hak Anak PBB, setiap anak berhak untuk mendapatkan haknya tanpa memandang latar belakangnya, termasuk gender. Hak-hak tersebut termasuk hak untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapat, mendapat perlindungan, belajar dan bermain, hingga hak untuk berkembang untuk mencapai potensi maksimalnya.
Ketidaksetaraan gender pada pola asuh anak bisa berdampak pada ketidaksetaraan anak mendapatkan haknya, hal ini berarti mengabaikan hak anak untuk berkembang maksimal sesuai potensinya.
Sebagai orang tua, sebaiknya tidak menetapkan stereotip gender sebagai mainan anak laki-laki dan perempuan, karena dapat memengaruhi anak dalam perkembangan psikologis dan fisik mereka.
Mengenal Pola Asuh Setara
Sejatinya anak laki dan perempuan mesti sama-sama memiliki kemampuan bertahan hidup di luar sana, keduanya tentu harus memiliki kemampuan yang sama dalam menghadapi dunia yang luas. Untuk itu, perlu kiranya orang tua menerapkan kesetaraan pola asuh agar anak laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan yang sama.
Nah, untuk itu ada baiknya para orang tua yang masih memiliki pemahaman yang keliru antara anak laki dan perempuan, perlu kiranya diluruskan agar anak laki dan perempuan memiliki kualitas mental yang sama baiknya.
Ada beberapa aspek yang sering dilupakan dalam mengaplikasikan kesetaraan pengasuhan, antara lain:
- Pada pengasuhan di rumah, baik laki dan perempuan keduanya memiliki hak untuk melihat dan menggunakan fasilitas di rumah, tidak ada batasan bahwa laki tidak diperkenankan berkenalan dengan alat masak dan dapur, tidak ada alasan juga perempuan tidak diperkenalkan dengan alat pertukangan.
- Anak-anak baik laki-laki maupun perempuan mesti bisa berpartisipasi dalam segala hal di rumah. Anak bisa memberikan pendapat, tidak hanya laki-laki yang didengar pendapatnya, perempuan pun sama. Dalam musyawarah keluarga sekedar mau pergi kemana hari minggu nanti laki dan perempuan punya pendapat yang sejajar sama bermaknanya.
- Terakhir adalah pemilihan mainan. Mainan anak laki dan perempuan acapkali dibedakan. Pada dasarnya anak perlu mengakses semua mainan dengan mudah, jika anak perempuan ingin bermain bola maka berikanlah. Laki-laki ingin bermain masak-masakan maka ijinkanlah.