Mengisi liburan sekolah tidak harus bertamasya atau piknik ke tempat wisata. Liburan sekolah juga bisa diisi dengan kegiatan menyenangkan seperti menonton drama dalam tayangan televisi. Baik itu sinetron, serial kartun, maupun series dari luar negeri seperti drama korea.
Dilansir dalam laman Wikipedia, drama dalam tayangan televisi di luar negeri seperti Inggris dan Amerika Serikat adalah konten program televisi yang menampilkan drama fiksional namun tak jarang diambil dari kisah nyata. Program ini berbeda dari acara olahraga, acara berita, acara realitas dan acara permainan, stand up comedy dan acara varietas.
Program televisi yang termasuk dalam drama biasanya dikategorikan dalam miniseri, film televisi (FTV), atau drama seri terbatas. Satu kategori utama dari pemrograman drama terutama di Amerika Serikat adalah drama kejahatan.
Di Indonesia sendiri, drama dalam tayangan televisi yang berupa mini seri atau sinetron biasanya mengangkat kisah kehidupan kaum urban yang penuh dengan percintaan, persahatan, dan konflik sosial. Seperti tukang bubur naik haji, ikatan cinta, dan lain sebagainya.
Menurut para ahli ketika menonton televisi penonton akan berperan sebagai penikmat di mana mereka menikmati dan merasakan emosi yang sama dengan menonton pertunjukan secara langsung. Sebenarnya melalui drama dalam tayangan televisi, yang terlibat dalam kegiatan tersebut tidak hanya indera pendengaran manusia.
Baca juga: Penokohan Dalam Drama, Ada Protagonis Hingga Tritagonis
Dalam tayangan drama televisi, penonton juga bisa menikmati lewat indera pendengaran. Dimana, penonton dapat menyaksikan ekspresi lewat raut muka, gerak laku tokoh, dekorasi panggung, serta kostum para pemainnya. Sehingga penonton bisa mengolah emosinya dengan menyaksikan atau menonton para pemain drama tersebut.
Unsur Drama
Pada dasarnya unsur drama dalam tayangan televisi tidak berbeda jauh dengan drama yang dipentaskan dalam panggung. Dimana perlu dimulai dari penentuan alur, penentuan tokoh atau karakter, dialog, perlengkapan properti panggung atau set lokasi, dan bahasa yang akan digunakan dalam drama tersebut.
Disamping itu, saat menonton drama yang diangkat dari buku novel maupun cerpen kita dapat menemukan lakon, teater, tonil, atau sandiwara yang tidak berbeda jauh dengan membaca karya-karya sastra fiksi.
Adapun perbedaan yang mencolok yaitu melalui audiovisual yang dimiliki pementasan drama dan juga dialog. Pasalnya, ketika membaca karya fiksi saja kita tidak dapat merasakan emosi yang lebih dalam seperti pementasan drama.
Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh alat-alat bantu panggung seperti musik, tata panggung atau latar/ set lokasi drama, dan juga dialog yang diucapkan secara langsung. Maka tata panggung, suara, instrumen pengiring dan property menjadi hal penting yang tidak boleh hilang dari pementasan atau tayangan drama.