Nenek moyang kita, punya penampilan fisik yang berbeda dari kita. Sebagian dari kita mungkin pernah melihatnya di film atapun museum dan kita menyebutnya dengan manusia purba. Di Indonesia, manusia purba yang cukup terkenal salah satunya adalah Pithecanthropus.
Pithecanthropus diperkirakan hidup satu zaman meganthropus, namun dalam rentang waktu yang lebih panjang, yakni antara 2 juta hingga 30 ribu tahun lalu. Manusia purba ini terkenal dengan julukan The Java Man, mengingat temuan fosilnya tersebar di Trinil, Perning, Sangiran, Kedung Brubus dan Ngandong, pada tahun 1890. Tempat temuan fosil bervariasi baik pada lapisan Pucangan (pleistosen bawah), lapisan Kabuh (pleistosen tengah), maupun lapisan Ngandong (pleistosen atas).
Manusia purba ini sempat menggemparkan dunia sejarah purbakala karena diklaim sebagai pengisi missing link antara Homonidae dan Homo. Akan tetapi, penelitian terakhir menguatkan kesimpulan bahwa Pithencanthropus termasuk Homo Erectus, dengan variasi dari paling tua hingga paling muda.
Dalam perjalanannya, berdasarkan temuan fosil yang ada, manusia purba ini dibedakan kembali menjadi tiga (3) subspecies antara lain :
Pithecanthropus Erectus
Fosil Pithecanthropus Erectus ditemukan di daerah Trinil, tepian Bengawan Solo (Jawa Timur), oleh Eugene Dubois pada tahun 1890. Temua fosil ini berupa bagian tulang rahang, atap tengkorak, geraham, dan tulang kaki. Manusia purba ini merupakan yang termuda di golongannya, karena ditemukan di lapisan Trinil dan lapisan Ngandong.
(Baca juga: Berkenalan dengan Manusia Purba Australopithecus)
Adapun ciri-cirinya adalah tinggi badan sekitar 165-170 cm dengan berat badan 100 kg, berjalan tegak dengan kedua kaki, bagian rahang menonjol ke depan, tidak berdagu dengan hidung lebar, tulang pipi tampak menonjol ke depan dan ke samping, leher tegap dan miring ke belakang, tengkorak berbentuk lonjong ke belakang dan beratap tebal, makanannya masih kasar dengan sedikit pengolahan.
Pithecanthropus Mokertensis
Fosil manusia purba ini ditemukan di Pening, Mojokerto (Jawa Timur) oleh Von Koenigswald tahun 1936-1941. Fosil itu berupa tengkorak anak-anak berumur 5-6 tahun. Kebalikan dengan Erectus, ini adalah jenis yang paling tua karena tempat temuan fosilnya berada di lapisan Jetis.
Ciri-cirinya tidak jauh berbeda, dengan ciri umum tubuh lebih besar dan kuat dari Pithecanthropus Erectus. Ciri lebih lanjutnya, berbadan tegap, muka menonjol ke depan dengan kening tebal, belum berdagu, dan tulang pipi menonjol.
Pithecanthropus Soloensis
Fosil manusia purba ini ditemukan dalam penelitian terpisah di Ngandong dan Sangiran, tepian Bengawan Solo (Jawa Tengah), antara tahun 1931-1933 oleh Von Koenigswald, Oppennorth, dan Ter Haar. Hasil temuannya berupa bagian atap tengkorak, tulang dahi, dan tulang kering.
Berdasarkan ciri-ciri fosil dan lokasi temuan, diperkirakan jenis ini merupakan spesies yang lebih muda dibandingkan Mojokertensis, bahkan ada pendapat yang menyetarakan Soloensis dengan Homo Soloensis.
Pendapat itu berdasarkan sejumlah ciri fisiknya, yaitu bentuk tengkorak lonjong dan dengan bagian atapnya tebal, rongga mata berbentuk lebar memanjang, serta memiliki struktur tulang.