Nenek moyang bangsa Indonesia termasuk ke dalam rumpun Austronesia. Mereka menetap di Nusantara sehingga disebut bangsa Melayu Indonesia. Perpindahan dari Yunan ke Nusantara dilakukan dalam dua gelombang. Pada masa perpindahan gelombang kedua itulah beberapa kebudayaan yang dianggap lebih maju ikut mereka kembangkan di Nusantara. Diantara bangsa-bangsa yang diketahui menjadi nenek moyang bangsa Indonesia, salah satunya adalah Deutro Melayu.
Bangsa Deutero Melayu (Melayu Muda) memasuki wilayah Indonesia dalam kurun waktu 500 SM hingga 300 SM. Seperti pendahulunya, Proto Melayu, mereka juga termasuk rumpun Austronesia.
Bangsa Deitro Melayu masuk ke wilayah Indonesia melalui jalur Barat, mulai dari teluk Tonkin, menyusuri daratan Semenanjung Malaysia, lalu menyeberang Selat Malaka ke Sumatera. Dari pulau ini ada yang meneruskan ke Jawa. Kemudian dari Jawa, ada yang menyebar ke bagian selatan dan timur Kalimantan lalu ke Sulawesi; ada pula yang menyebar ke Bali dan Nusa Tenggara.
Kebudayaan Deutro Melayu sudah lebih berkembang dibandingkan Proto Melayu. Mereka membawa kebudayaan perunggu. Masyarakat dari bangsa ini juga sudah mampu membuat barang dan peralatan dari perunggu, seperti kapak corong, nekara, bejana, arca, senjata dan berbagai bentuk perhiasan.
Perkembangan juga ditunjukkan dalam kemampuan bertani dan mengatur hidup bermasyarakat.
Baca juga: Cari Tahu Lebih Jauh Tentang Proto Melayu
Adapun beberapa ciri dari Deutro Melayu adalah berasal dari kawasan Indochina, diperkirakan di Dong Son, Vietnam sekarang. Itulah sebabnya, kebudayaan perunggu yang dibawa oleh Deutero Melayu terkenal dengan sebutan Kebudayaan Dong Son.
Dari segi fisik, mereka memiliki rambut lurus atau ombak, dengan kulit sawo matang, tinggi badan bervariasi, bentuk mulut dan hidung sedang, dan tulang rahang lebih kecil dari Proto Melayu.
Mereka juga memiliki kemampuan maritim yang lebih maju dibandingkan Proto Melayu. Serta hidup menetap dalam perkampungan teratur dengan struktur pemerintahan sederhana.
Tak hanya itu, Deutro Melayu juga mengembangkan teknik menggarap lahan kering (ladang) dan lahan basa (sawah). Mereka adalah nanek moyang suku Melayu, Makassar, Jawa, Sunda, Bugis, Minang.
Kedatangan Deutero Melayu di Indonesia mendapat dua macam sambutan dari pendahulunya, Proto Melayu, yakni positif dan reaktif. Sambutan positif akan mengakibatkan asimilasi di antara kedua ras ini dan bisa hidup berdampingan. Sambutan reaktif akan berdampak tersingkir dan terdesaknya masyarakat Proto Melayu ke kawasan tertentu.