Klasifikasi makhluk hidup dilakukan secara sistematis dan bertahap. Organisme-organisme yang memiliki persamaan ciri tertentu diklasifikasikan, dimasukkan ke dalam satu kelompok, sebelum akhirnya sampailah pada pemberian nama.
Pemberian nama pada makhluk hidup merupakan tahap terakhir dari klasifikasi. Dimana ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena harus mengikuti aturan tertentu.
Sebelum menggunakan nama baku yang diakui dalam dunia ilmu pengetahuan, mahkluk hidup diberi nama sesuai dengan nama daerah masing-masing, sehingga ada lebih dari satu nama untuk menyebut satu mahkluk hidup. Sebagai contoh, mangga ada yang menyebut poah, ada yang menyebut pauh dan ada pula yang menyebut pelem.
Nama pisang, di daerah Jawa Tengah disebut dengan gedang, sedangkan di daerah Sunda gedang berarti pepaya. Perbedaan nama ini akan mengakibatkan salah pengertian sehingga informasi tidak tersampaikan dengan tepat atau pun informasi tidak dapat tersebar luas ke daerah-daerah lain ataupun negara lain.
Baca juga: 3 Tahapan Klasifikasi, Apa Saja?
Pada tahun 1735, Carolus Linneaeus memperkenalkan sistem pemberian nama ilmiah untuk setiap spesies yaitu menggunakan sistem tata nama ganda atau disebut binomial nomenklatur yang digunakan secara universal.
Ada beberapa kaidah yang harus diikuti dalam sistem tana nama bonimoal nomenklatur, diantaranya menggunakan bahasa latin atau bahasa lain yang dilatinkan; terdiri dari dua kata, dimana kata pertama merupakan genus sednagkan kata kedua penunjuk spesies yang spesifik; huruf pertama pada kata pertama ditulis dengan huruf kapital; nama genus dan spesies dicetaj miring, dan banyak lagi.
Berikut ini beberapa contoh penulisan nama ilmiah pada mahkluk hidup:
1. Glaycine max Merr (kedelai) atau Glacine mas Merr (keledai). Merr sendiri mengacu pada E.D. Merril.
2. Vicia fabba L. atau Vicia faba L (buncis). L merupakan singkatan dari Linnaeus