Pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari para penjajah. Hal ini menjadi pelecut semangat bagi masyarakat di berbagai daerah untuk melakukan perlawanan kembali. Salah satunya masyarakat Yogyakarta yang mengukir sejarah dengan pengambilalihan kekuasaan Jepang di kotanya.
Dalam sejarahnya, pengambialihan kekuasaan Jepang di Yogyakarta oleh masyarakat setempat dimulai pada tanggal 26 september 1945 secara serentak. Pukul 10 pagi merupakan titik dimulainya perebutan kekuasaan, sementara puncak aksi ditandai dengan aksi mogok kerja oleh pegawai-pegawai yang bekerja di perkantoran Jepang.
Para pegawai di perkantoran Jepang memaksa pihak Jepang agar menyerahkan semua kantor yang dikuasai kepada pihak Indonesia. Kemudian pada tanggal 27 september 1945, Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Yogyakarta menyatakan bahwa kekuasaan Jepang di daerah tersebut telah jatuh pada kendali Pemerintah Republik Indonesia.
Tanggal 5 oktober 1945, gedung Cokan Kantai berhasil direbut dan kemudian dijadikan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia daerah Yogyakarta. Oleh karena itu, Kepala Daerah Yogyakarta yang dijabat oleh Jepang Cokan harus meninggalkan kantornya di jalan Malioboro. Gedung Cokan Kantai saat ini dikenal dengan Gedung Agung atau Gedung Nasional.
Penyerbuan Kotabaru
Tidak hanya sampai di situ, pengambilalihan kekuasaan Jepang di Yogyakarta oleh pejuang Yogyakarta juga menyasar kepada perebutan senjata dan markas Osha Butai di Kotabaru. Rakyat dan para pemuda terus mengepung markas Osha Butai di Kotabaru.
Baca juga: Sejarah Pertempuran Surabaya
Dilansir dari Wikipedia, penyerbuan markas Jepang di Kotabaru Yogyakarta diawali dengan perundingan antara Jepang dengan pejuang Yogyakarta yang berlangsung pada 6 Oktober 1945. Perundingan ini tidak mencapai mufakat karena Jepang tidak mau menyerahkan senjatanya pada pejuang Yogyakarta. Hingga akhirnya pada 7 Oktober 1945 dilakukan penyerbuan ke markas Jepang oleh para pejuang Yogyakarta.
Badan Keamanan Rakyat merupakan pemimpin perundingan dan pertempuran di Kotabaru. Selain itu, KNID Yogyakarta dan Polisi Istimeqa juga ikut serta dengan menjadi penyemangat para pejuang lainnya karena Badan Keamanan Rakyat dan Polisi Istimewa telah memiliki persenjataan yang modern sehingga menjadi pelindung laskar rakyat yang bersenjata tradisional. Para pemuda di sekitar Kotabaru juga ikut dalam pertempuran dengan bergabung dan diberi nama laskar rakyat.
Dampak pertempuram Kotabaru ini memberikan kekuatan baru bagi Badan Keamanan Rakyat. Hal ini dikarenakan persenjataan Jepang yang berhasil direbut diberikan kepada Badan Keamanan Rakyat sehingga dapat melebur menjadi Tentara Keamanan Rakyat dan kemenangan di Kotabaru ini memberikan semangat perjuangan untuk melucuti senjata Jepang yang bermarkas di Pingit dan Maguwo (lokasi bandara lama Yogyakarta).
Dalam peristiwa penyerbuan Kotabaru ini sebanyak 21 pejuang dan pemuda Yogyakarta gugur dan di pihak musuh 27 tentara tewas. Nama-nama para pejuang yang gugur ini kemudian diabadikan menjadi nama jalan di sekitar kawasan Kotabaru.