Meski penjajahan tentara Jepang di Indonesia terbilang singkat hanya 3,5 tahun tetapi menorehkan luka yang dalam akibat kekejaman yang tidak manusiawi. Bahkan menimbulkan pemberontakan di berbagai wilayah Indonesia. Salah satunya perlawanan rakyat Indramayu yang dipicu adanya kewajiban untuk menyetorkan hasil penanaman padi kepada Jepang.
Sebagaimana diketahui, pada tahun 1942 Jepang mendarat di Indonesia dan ingin berkuasa karena mengincar kekayaan sumber-sumber bahan mentah, terutama minyak bumi yang dimanfaatkan untuk perangnya.
Jepang pun berhasil merebut Indonesia dari tangan Belanda pada Maret 1942. Namun, perlakuan yang didapatkan rakyat Indonesia dari Jepang nyatanya lebih kejam, sehingga terjadi pemberontakan di berbagai wilayah di Indonesia.
Sejarah mencatat bahwa pemberontakan rakyat terhadap pemerintahan Jepang terjadi pertama kali di wilayah Aceh. Setelah itu daerah-daerah lain melakukan hal serupa salah satunya adanya perlawanan rakyat Indramayu pada bulan April tahun 1944.
Perlawanan rakyat Indramayu ini terjadi akibat adanya kebijakan pemerintahan Jepang yang merugikan rakyat, yaitu kewajiban menyetorkan sebagian hasil padi yang dipaksakan pada rakyat. Disamping itu, perlawanan juga dipicu adanya kerja paksa Romusha yang menyebabkan rakyat menderita.
Perlawanan rakyat Indramayu diprakarsai oleh para petani juga dipimpin oleh para tokoh ulama yaitu Haji Madriyas yang terjadi di desa Karang Ampel, Sindang, Kabupaten Indramayu. Para petani mempersenjatai diri dengan banyak senjata yaitu bambu runcing, golok, tombak, dan keris.
Baca juga: Cari Tahu Tentang Perlawanan Pang Suma
Pertempuran pun terjadi dan banyak menelan korban baik pihak Jepang maupun rakyat Indramayu. Pada dasarnya pasukan Jepang dengan sengaja berlaku kejam kepada rakyat di dua wilayah yaitu Lohbener dan Sindang, agar rakyat daerah lain tidak ikut memberontak pula setelah mengetahui kekejaman yang terjadi di tiap pemberontakan.
Berakhirnya Perlawanan Rakyat Indramayu
Nyatanya pemberontakan yang terjadi di beberapa desa tersebut menyulut semangat masyarakat Indramayu sampai ke pelosok-pelosok. Setelah itu, tidak lagi terlihat aparat pemerintahan Jepang baik sipil maupun militer datang ke sana (Indramayu).
Pihak Jepang memilih mengirimkan Haji Abdullah Fakih untuk bernegosiasi dengan rakyat Indramayu. Namun, Haji Abdullah ternyata hanya bagian taktik Jepang untuk bisa menangkap para pemimpin Indramayu.
Akibat strategi tersebut banyak pemimpin di Indramayu yang ditangkap dan ditahan di sel tahanan pendopo Indramayu. Jepang melanjutkan siasat dengan menyebarkan pamflet yang berisi agar rakyat Indramayu untuk menyerahkan diri ke pendopo dan tidak perlu khawatir karena semua akan di jaga dan di lindungi.
Rakyat yang tidak curiga pun mulai berdatangan ke pendopo. Maka perlawanan rakyat Indramayu terhadap Jepang berakhir karena banyaknya para Kiai dan ulama desa yang berhasil di tangkap.