Dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, tidak lantas membuat kondisi di dalam negeri membaik. Pasalnya, muncul konflik dan pergolakan di dalam negeri, salah satunya pergolakan yang berkaitan dengan kepentingan.
Konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan kepentingan tersebut berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda. KNIL tidak menerima adanya tentara Indonesia di wilayah yang sudah menjadi kekuasaan mereka.
Setidaknya ada 2 peristiwa penting dalam sejarah terkait dengan pergolakan yang berkaitan dengan kepentingan, yaitu pemberontakan APRA, dan peristiwa Andi Aziz.
- Pemberontakan APRA
APRA merupakan singkatan dari Angkatan Perang Ratu Adil yang terbentuk pada tahun 1949 yang dipelopori oleh Kapten Raymond Westerling. Pembentukan angkatan perang ini dilatar belakangi oleh rasa tidak setuju anggota KNIL terhadap pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) di Jawa Barat.
Oleh karenanya, anggota dari APRA sebagian besar adalah anggota KNIL. Lebih lanjut APRA juga berkeinginan untuk mempertahankan negara bagian Pasundan Jawa Barat sebagai negara federal dan menjadikan mereka sebagai pasukan tentara negara federal.
Baca juga: Cari Tahu Lebih Jauh tentang Pemberontakan DI/TII
Demi mewujudkan keinginan ini APRA mengultimatum pemerintah RIS pada Januari 1951. Ultimatum ini kemudian dibalas dengan operasi penangkapan dan penumpasan anggota APRA.
APRA yang tidak terima sempat melakukan aksi teror di kota Bandung dengan tujuan untuk membunuh Kepala APRIS Kolonel T.B Simatupang dan Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX. Namun tidak berselang lama pasukan pemerintah berhasil menaklukan APRA dan Westerling melarikan diri ke Belanda.
- Peristiwa Andi Aziz
Peristiwa ini didasari oleh tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya dari KNIL terhadap pemerintah Indonesia guna menjadikan mereka sebagai satu-satunya pasukan APRIS di negara Indonesia Timur (NIT).
Kekhawatiran kemudian muncul ketika APRIS/TNI didatangkan guna menjaga keamanan, Andi Aziz dan pasukannya merasa akan diperlakukan secara diskriminatif dan tak adil oleh pimpinan APRIS/TNI.
Maka dari itu, Andi Aziz dan pasukannya mengambil alih beberapa tempat penting dan Menyandera Panglima Negara Indonesia Timur pada saat itu. Pemerintah pun mengirimkan pasukan dibawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang guna mengatasi aksi Andi Aziz dan pasukannya. Peristiwa ini berakhir dengan penangkapan Andi Aziz di Jakarta.