Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah mengalami banyak pergantian konsep sistem pemerintah pasca kemerdekaan. Salah satu sistem pemerintahannya adalah masa Demokrasi Parlementer. Lantas bagaimana kondisi Indonesia pada masa parlementer tersebut?
Demokrasi parlementer didefinisikan sebagai sistem demokrasi dimana parlemen (dewan perwakilan rakyat) memiliki peran penting dalam pemerintahan. Artinya pada masa parlementer ini kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) bukan kepada Presiden.
Masa parlementer disebut juga masa Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberal. Masa parlementer ini berlangsung mulai 17 Agustus 1950-6 Juli 1959. Adapun ciri-ciri masa parlementer, antara lain:
- Dipimpin oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh Presiden/Raja.
- Perdana menteri memiliki hak istimewa untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non departemen.
- Kejuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-undang.
- Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab terhadap kekuasaan legislatif.
- Kelompok minoritas (agama, etnis) boleh berjuang untuk memperjuangkan dirinya.
- Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam, dan manusia dapat terkontrol.
- Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Kehidupan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Parlementer
Pada masa demokrasi parlementer ini proses nasionalisasi ekonomi tidak berjalan mulus karena konflik kepentingan politik antar kelompok di dalam tubuh konstituante dan parlemen. Pada masa kabinet Sukiman proses nasionalisasi ekonomi menyangkut 3 bidang utama, yaitu:
Baca juga: Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin
- Nasionalisasi de javasche bank menjadi Bank Indonesia
- Pembentukan Bank Negara Indonesia (BNI)
- Pembentukan Oeang Republik Indonesia (ORI)
Untuk mengatasi masalah kesenjangan aosial maka pada 19 Maret 1956 Kongres Nasional Importir Indonesia mengeluarkan kebijakan gerakan assaat. Gerakan ini mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang dapat melindungi pengusaha pribumi dalam persaingan pengusah dengan non pribumi.
Kehidupan Politik Pada Masa Demokrasi Parlementer
Sistem pemerintahan pada masa demokrasi parlementer ini menetapkan bahwa kabinet-kabinet bertanggung jawab langsung kepada parlemen kabinet Indonesia.
- Nasir (6 September 1950-18 April 1951) diganti karena gagalnya perundingan dengan Belanda masalah Irian Barat, mengakibatkan munculnya mosi tidak percaya pada kabinet Nasir di parlemen.
- Sukiman (26 April 1951-1952) diganti karena gagalnya penanganan masalah keamanan dalam negeri. Memihaknya Indonesia kepada blok barat dengan menandatangani Mutual Security Act dengan memerintah Amerika Serikat.
- Wilopo (19 Maret 1952-2 Juni 1953) diganti karena adanya hambatan. Kabinet ini melahirkan mosi tidak percaya dari kelompok oposisi pemerintah bernama Sarikat Tani Indonesia dan diakhiri dengan pengembalian Mandat Wilopo.
- Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955) diganti karena memperjuangkan Irian Barat ke dalam negara Indonesia, munculnya pemberontakan di berbagai daerah, masih berlanjutnya konflik ditubuh Angkatan Darat dengan mundurnya A.H Nasution yang digantikan oleh Bambang Sugeng.
- Baharudin Harahap (Agustus 1955-3 Maret 1956) diganti karena banyaknya perseteruan antara para pemenang pemilu yang menyebabkan sidang parlemen menjadi deadlock.
- Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956-14 Maret 1957) diganti karena munculnya sentimen orang China dalam masyarakat, munculnya kekecewaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, tidak stabilnya kondisi pemerintah dengan banyaknya partai politik, dan munculnya gerakan saparatis di berbagai daerah.
- Djuanda (9 April 1957-10 Juli 1959) diganti karena banyak terjadinya pemberontakan saparatis di daerah-daerah.
Pada 20 November 1956 diadakan sidang pertama untuk membuat undang-undang karena Soekarno sudah memberikan kewenangan untuk membuat UUD RI tanpa adanya batas masa kerja.
Akhinya pada tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden oleh Soekarno yang menyatakan pemberlakuan kembali UUDS 1945. Secara langsung itu berarti mengganti sistem Demokrasi Parlementer dengan sistem Demokrasi terpimpin.