Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang saat ini dirasakan tidak lepas dari perjuangan para pahlawan terhadap penjajahan Belanda yang berlangsung berabad-abad lamanya. Kolonialisme dan imperialisme diterapkan oleh Belanda yang bertujuan untuk memperkaya bangsanya sendiri. Tak pelak, banyak dari kebijakan yang berlaku sangat merugikan dan membuat kondisi bangsa Indonesia memprihatinkan. Diantara kebijakan tersebut, adalah didirikannya VOC.
Ya, salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda dan membuat kondisi Bangsa Indonesia semakin sengsara adalah didirikannya kongsi dagang Belanda, yaitu Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC pada 20 maret 1602. VOC berada di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Pieter Both. Nah, bagaimana sejarah berdirinya VOC tersebut?
Pada abad ke 15 Bangsa Eropa melakukan ekspedisi besar-besaran untuk mencari sumber ekonomi baru di belahan bumi lain untuk mengatasi kekacauan perekonomian Eropa yang disebabkan oleh peperangan. Semangat Gold, Glory, Gospel membawa Belanda ke Indonesia yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah utama di dunia dan kedatangan mereka disambut baik oleh orang Pribumi.
Seiring berjalannya waktu, Belanda bertindak semena-mena dan mengekploitasi Bangsa Indonesia secara besar-besaran. Eksploitasi Belanda terhadap Indonesia bertambah parah membuat kondisi Bangsa Indonesia sengsara dan menderita, terlebih sejak didirikannya VOC.
(Baca juga: Mengintip Kondisi Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda)
Jika mengacu pada sejarah, beridirnya VOC ini ditujukan demi menguasai hasil bumi Indonesia yaitu berupa rempah-rempah. Namun, lama-kelamaan pihak Belanda bukan hanya memonopoli hasil rempah-rempah tetapi bertekad untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia dengan melakukan politik devide et impera atau biasa disebut politik adu domba.
Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah persekutuan badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas serta hak-hak istimewa. Adapun keistimewaannya antara lain, VOC boleh memiliki tentara, memiliki mata uang, bernegosiasi dengan negara lain hingga menyatakan perang.
Banyak pihak menyebut VOC sebagai negara di dalam negara. Dimana, perusahaan ini mendirikan markasnya di Batavia di Pulau Jawa dan pos kolonial lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (maluku), yang termasuk Kepulauan Banda dimana VOC menjalankan monopoli atas pala dan fuli.
Adapun metode yang digunakan untuk mempertahankan memonopoli termasuk kekerasan terhadap populasi lokal dan juga pemerasan dan pembunuhan massal. Akibat parahnya penindasan yang terjadi di Indonesia beberapa tokoh besar masyarakat atau ulama diberbagai daerah ikut memberontak, seperti Sultan Hasannudin di Sulawesi Selatan, Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat, dan Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah.
Setelah kurang lebih 100 tahun berkuasa akhirnya VOC mengalami kemunduran dan kebangkrutan yang disebabkan banyaknya pegawai yang korupsi, sehingga terlilit banyak hutang. Disaat yang bersamaan juga semakin meningkatnya kebutuhan yang harus dipenuhi guna melancarkan peperangan melawan Spanyol.