Paska Proklamasi Kemerdekaan, Indonesia mengalami beberapa fase pergolakan atas ketidakpuasan terhadap pemerintahan dan sistem yang dianutnya. Hal ini sebagai akibat dari rendahnya tingkat kesejahteraan di berbagai sektor dan lembaga.
Berbagai pergolakan banyak dilancarkan di berbagai wilayah di Indonesia. Banyak diantara pergolakan dan konflik yang terjadi, masing-masing membawa sistem pemerintahan tersendiri dengan harapan mampu membawa perubahan sosial.
Berdasarkan kurun waktu terjadinya, konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan sistem pemerintahan dibedakan menjadi 2, yaitu pemberontakan PERMESTA dan PRRI, serta Persoalan Negara Federal dan BFO.
Pemberontakan PERMESTA dan PRRI
Latar belakang pemberontakan PERMESTA dan PRRI umumnya bermuara pada minimnya kesejahteraan di dalam tubuh tentara Angkatan Darat di Sumatera dan Sulawesi. Kekecewaan ini berujung pada aksi pertentangan yang dilakukan oleh tokoh militer di beberapa daerah sebagai bentuk protes terhadap kabinet yang berkuasa pada saat itu, yakni Kabinet Djuanda.
(Baca juga: Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Sistem Ideologi)
Pertentangan ini bahkan berujung pada aksi pengambilan kekuasaan pemerintahan daerah dan para tokoh militer tersebut membentuk dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957. Adapun dewan yang dimaksud, meliputi:
- Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein
- Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon
- Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian
- Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual
Pergolakan ini akhirnya memuncak ketika tanggal 15 Februari 1957, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diproklamasikan oleh Achmad Hussein di Padang, Sumatera Barat. Pemerintah pusat yang mengetahui hal ini pun tanpa ragu-ragu bertindak tegas dengan melakukan operasi militer untuk menindak pemberontak.
Persoalan Negara Federal dan BFO
BFO Negara Federal maupun BFO prinsipnya sama, yakni suatu negara yang secara resmi merdeka dan diakui kedaulatannya namun secara de-facto berada di bawah kontrol negara lainnya. Konsep negara federal atau dikenal juga dengan “persekutuan” Negara Bagian Bijeenkomst Federal Overleg (BFO) menimbulkan perpecahan di Indonesia setelah kemerdekaan.
Perpecahan ini terjadi antara pihak federalis yang mendukung adanya negara persekutuan dengan pihak unitaris yang lebih condong ke dalam negara berbentuk kesatuan. Setelah terjadinya Konfrensi Meja Bundar (KMB), konflik antara pihak federalis dan unitaris semakin memanas dan mengarah dalam pertikaian senjata. Hal ini ditandai dengan adanya aksi bersitegang antara Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang menjadi bagian dari TNI dengan KNIL yang saat itu menjadi bekas musuh TNI.
Pada akhirnya perpecahan yang terjadi ini menjadi pemersatu bangsa karena negara bagian yang ingin keluar setelah konferensi Meja Bundar (KMB) ditentang oleh rakyatnya sendiri dan didesak untuk bergabung ke RI.