Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas negara, sehingga perannya sangat penting dalam berlangsungan roda pemerintahan. Pasalnya, sebesar 70% lebih penerimaan negara bersumber dari pajak baik pajak pusat maupun pajak daerah. Maka, pemerintah terus berusaha menggenjot dan menaikan target penerimaan pajak dari tahun ke tahun. Untuk menggenjot penerimaan pajak ini maka pemerintah menyasar berbagai objek pajak yang memiliki potensi, sehingga bisa memenuhi target pemerintah. Lalu apa itu objek pajak?
Objek pajak adalah segala sesuatu yang menurut undang-undang dijadikan dasar atau sasaran pemungutan pajak. Misalnya, pendapatan, tanah, gedung, bangunan, dan kendaraan.
Secara umum, setidaknya ada enam (6) contoh objek pajak dan cara pengenaan pajak yang ada di Indonesia yang perlu kita ketahui, antara lain :
Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah besaran pajak yang akan dibebankan kepada pertambahan nilai suatu barang dan jasa (objek pajak). Besaran PPN yang ditentukan adalah sebesar 10% dari nilai jual objek pajak yang akan disetor oleh pihak lain dan bukan penanggung jawab. Tidak semua barang yang dibeli oleh konsumen dikenai PPN seperti beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah, dan sayuran yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Misalnya, seorang konsumen membeli sebuah sepatu seharga Rp.1.400.000, maka dia harus membayar sebesar Rp.1.540.000 karena harga yang harus dibayar adalah harga beli ditambah PPN atau melalui perhitungan berikut :
Harga bayar = harga beli + PPN 10%
Harga bayar = Rp.1.400.000 + (10% x Rp.1.400.000)
Harga bayar = Rp.1.400.000 + Rp.140.000
Harga bayar = Rp.1.540.000
Objek Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas transaksi yang melibatkan Barang Kena Pajak (BKP) mewah baik itu barang yang diproduksi di dalam negeri maupun di luar negeri. Berdasarkan pasal 8 UU No.42 tahun 2009 besaran tariff PPnBM paling rendah adalah 10% dan paling tinggi adalah 200%. Namun, jika pengusaha melakukan ekspor barang mewah makatarif yang dikenakan adalah sebesar 0%, hal ini gunamendukung peningkatan ekspor barang mewah dari Indonesia ke luar negeri.
(Baca juga: Mengintip Tantangan Dalam Pemungutan Pajak)
Misalnya, Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengimpor BKP yang termasuk barang mewah dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) senilai Rp.400.000.000. BKP tersebut dikenai PPN dan PPnBM sebesar 30%. Maka harga yang harus dibayar oleh PKP sebesar :
Harga bayar = DPP + PPN + PPnBM
Harga bayar = Rp.400 juta + (10% x Rp.400 juta) + (30% xRp.400 juta)
Harga bayar = Rp.400 juta + Rp.40 juta + Rp.120 juta
Harga bayar = Rp.560 juta
Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pungutan yang dibebankan atas objek pajak berupa tanah dan atau bangunan yang muncul sebagai akibat adanya keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya dan memperoleh manfaat dari objek tersebut. Besaran tariff PBB yang dibebankan sebesar 0,5%.
Misalnya, Rahma memiliki sebidang tanah 70 m2 dengan harga tanah Rp.500.000/m2. Di tanah tersebut didirikan bangunan rumah seluar 50 m2 dengan harga Rp.1.000.000/m2. Maka PBB yang harus dibayarkan setiap tahun adalah :
NJOP tanah = 70m2 x Rp.500.000/m2 = Rp.35.000.000
NJOP bangunan = 50 m2 x Rp.1.000.000/m2 = Rp.50.000.000
NJOP bumi dan bangunan = Rp.85.000.000
NJOPKP = NJOP – NJOPTKP
= Rp.85.000.000 – Rp.12.000.000
= Rp.73.000.000
PBB = 0,5% x 20% x NJOPKP
= 0,5% x 20% x Rp.73.000.000
= Rp.73.000/ tahun
Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan kepada perorangan atau badan usaha atas pendapatn/ penghasilan yang mereka terima. Terdapat 3 jenis PPH yaitu PPH pasal 23 (dikenakan atas modal, penyerahan jasa, hadiah, dan penghargaan), PPH pasal 25 (penghasilan perorangan, perusahaan, badan hukum lain), PPH pasal 21 (wajib pajak dengan sumber pendapatan di Indonesia).
Sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UU No 36 tahun 2008, tarifpajak penghasilan pribadi menggunakan tariff progresif antara lain :
- Sampai dengan Rp.50.000.000, sebesar 5%
- 50.000.000 – Rp. 250.000.000, sebesar 15%
- 250.000.000 – Rp.500.000.000, sebesar 25%
- Diatas Rp.500.000.000, sebesar 30%
Misalnya, Ridwan merupakan karyawan swasta yang telah menikah dan memiliki 2 orang anak dengan pendapatan perbulan Rp.20.000.000. setiap bulan dia harus membayar premi asuransi dan tunjangan hari tua sebesar Rp.60.000. Maka besarnya PPH pasal 21 yang harus dibayar sebesar :
Objek Pajak Bea Materai
Objek yang dikenai Bea Materai adalah kertas/ dokumen yang berisi tulisan dengan maksud perbuatan tentang keadaan atau kenyataan bagi seseorang atau berbagai pihak yang berkepentingan dan menyangkut status perdata. Besaran bea materai menggunakan tariff tetap sebesar Rp.3.000 dan Rp.6.000.
Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB dikenakan terhadap orang atau suatu badan yang memperoleh ha katas tanah dan atau bangunan. Sesuai dengan pasal 2 UU No.20 tahun 2000(UU BPHTB), perolehan ha katas tanah dan atau bangunan meliputi ; jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, hasiah, penggabungan usaha, pelaksanaan putusan halim yang memiliki kekuataan hukum tetap.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah Rp.60.000.000 untuk seluruh jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan. Kecuali untuk hak karena Waris atau hibah wasiat sebesar Rp.300.000.000.