Jika berbicara mengenai kerajaan maritim yang berjaya di Indonesia, Kerajaan Sriwijaya boleh dibilang menjadi satu yang tidak bisa dilewatkan. Dalam sejarah, kerajaan Sriwijaya disebut sebagai kerajaan besar yang pernah ada. Bukan saja karena keberhasilannya menguasai Nusantara tetapi juga menjelajah sampai ke Asia Tenggara.
Sejarah menyebut, Kerajaan Sriwijaya dipercaya berdiri pada abad ke 7 SM dan merupakan kerajaan bercorak Budha bahkan menempatkan diri sebagai salah satu pusat penyebaran agama Budha di Asia Tenggara, selain India dan Tiongkok. Banyak pemuka agama yang datang dari seluruh penjuru Asia Tenggara yang belajar dan mendalami agama Budha dan bahasa Sansekerta di Kerajaan Sriwijaya.
Selain sebagai pusat penyebaran agama Budha, Kerajaan Sriwijaya juga sempat berpengaruh kuat dalam politik dan pusat perdagangan di Asia Tenggara. Adapun puncak kejayaan dari kerajaan maritim ini saat dalam masa pemerintahan Balaputradewa, dimana secara politik wilayah kerajaan meliputi hampir seluruh Sumatera, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan sebagian Indochina. Dengan wilayah seluas itu, Sriwijaya pun menjadi kerajaan yang disegani di Asia Tenggara bahkan juga oleh India dan Tiongkok.
Dilihat dari sisi ekonomi, Kerajaan Sriwijaya juga menempati posisi sentral dalam perdagangan regional. Kondisi itu karena letak Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan jalur perdagangan antar bangsa yakni Selat Malaka. Selat Malaka pada masa itu adalah jalur perdagangan ramai yang menghubungkan pedagang-pedagang India dengan Tiongkok maupun Romawi.
(Baca juga: Apa yang Kamu Ketahui Tentang Kerajaan Majapahit?)
Dengan Selat Malaka yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya, mengakibatkan pelabuhan di ibu kota kerajaan tersebut menjadi ramai karena banyak kapal-kapal para pedagang yang berlabuh.
Kemunduran Kerajaan Sriwijaya
Sayangnya, Kerajaan maritim yang cukup disegani di kawasan Asia ini harus mengalami kemunduran pada abad ke 11 SM. Kemunduran ini berawal dari adanya serangan Kerajaan Chola di selatan India. Sejak saat itu, Sriwijaya menjadi kerajaan taklukan Chola dan kondisi ini membuat wibawa Kerajaan Sriwijaya merosot hingga mendorong sejumlah wilayah taklukannya melepaskan diri.
Disamping itu, kemunduran Kerajaan Sriwijaya ini juga disebabkan oleh semakin sepinya kapal berlabuh di ibu kota kerajaan. Kondisi ini diakibatkan adanya endapan lumpur terus menerus di muara sekitar ibukota, sehingga makin menjauhkannya dari laut dan kapal dagang pun menjadi enggan untuk berlabuh.
Posisi Sriwijaya semakin tidak diperhitungkan saat tampilnya kerajaan kuat dari Jawa, seperti Singhasari dan Majapahit. Pada abad ke 13, kerajaan yang pernah disegani di Asia Tenggara ini tidak terdengar lagi.
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang sangat besar, sehingga meninggalkan prasasti di dalam dan luar negeri. Beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berada di dalam negeri adalah Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo, Prasasti Kota Kapur, dan Prasasti Amoghapasa. Sementara itu, prasasti yang ditinggalkan di luar negeri adalah Prasasti Linggor, Prasasti Nalanda, Prasasti Laiden, dan lain-lain.