Sejarah peninggalan pada masa Hindu-Budha baik berupa candi maupun prasasti banyak yang menjadi objek wisata di beberapa tempat yang tersebar di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari pernah berdirinya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di wilayah Nusantara, salah satunya adalah Kerajaan Kalingga.
Kerajaan Kalingga adalah salah satu kerajaan bercorak Hindu-Budha yang pernah berkembang di Nusantara sekitar abad ke 6 masehi hingga abad ke 7 masehi. Kerajaan ini diperkirakan terletak di bagian utara Jawa Tengah, yang mencakup mulai dari Pekalongan hingga ke Jepara.
Bahasa yang digunakan di Kalingga terdiri atas, sanskerta, Jawa Kuno (kawi) dan melayu kuno. Agama yang dianut masyarakat, yaitu Hindu dan Budha. Ragam bahasa dan agama yang terus berkembang dan berdampingan selanjutnya dalam Kerajaan Mataram Kuno.
Penguasa Kalingga yang menonjol dan berhasil membawa kerajaan tersebut pada masa kejayaannya adalah Ratu Shima yang naik tahta menggantikan suaminya, Raja Kartikeyasingha. Ia digambarkan sebagai seorang pemimpin yang tegas dan tanpa kompromi dalam penegakan hukum, yang dibuktikan dengan menjatuhkan hukuman kepada anaknya yang tanpa sengaja menyentuh benda bukan miliknya.
Pada masa pemerintahannya kebijakan luar negeri Kerajaan Kalingga dengan menjalin kerjasama dengan Kerajaan galuh dan Kerajaan Sunda. Sedangkan kebijakan dalam negeri, kerajaan memperhatikan pembangunan di bidang pertanian dan perdagangan.
Khusus di bidang pertanian didukung oleh jaringan irigasi sehingga bisa meningkatkan hasil panen. Dari sisi perdagangan, Kerajaan Kalingga membangun pelabuhan yang mudah diakses oleh pedagang dari dalam dan luar negeri. Bahkan dari catatan Dinasti Tang, mengisyaratkan telah terjalin hubungan dagang antara Kerajaan kalingga dengan Tiongkok. Komoditi yang ditawarkan oleh Kerajaan Kalingga adalah kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah.
Kerajaan Kalingga mampu menciptakan kehidupan sosial yang teratur karena adanya penegakan hukum yang tegas, sehingga masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatannya bisa lancar tanpa hambatan berarti. Dalam kondisi stabil itu pula kebudayaan Hindu dan Budha dapat sama-sama berkembang secara harmonis.
(Baca juga: Sejarah Kejayaan dan Kemunduran Kerajaan Sriwijaya)
Sayangnya, akhir dari Kerajaan Kalingga belum bisa dipastikan penyebabnya. Ada yang berpendapat Kerajaan ini ditaklukan oleh Sriwijaya, tetapi kenyataan menunjukan bahwa setelah Kalingga muncul Kerajaan Mataram Kuno dengan kekuasaan serupa, sehingga besar kemungkinan Mataram Kuno merupakan kelanjutan dari kerajaan ini.
Sumber Sejarah
Keberadaan Kerajaan Kalingga ini dibuktikan dengan sumber sejarah lokal dan sumber sejarah asing. Pada sumber sejarah lokal terdapat 2 buah prasasti, yaitu prasasti Tukmas dan prasasi Sojomerto. Prasasti Tukmas ditemukan di lereng barang Gunung Merapi yang memuat tulisan sanskerta dan huruf pallawa, yang menggambarkan keindahan bentang alam sungai yang disamakan dengan sungai Gangga di India.
Disamping itu, ada gambar yang berupa trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra, dan bunga teratai yang menjadi symbol kedekatan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.
Sedangkan prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto Batang (Jawa Tengah), dimana tulisannya berupa bahasa melayu kuno dengan huruf kawi. Prasasti ini mengisahkan asal muasal Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini bercorak Hindu Siwa sedangkan Wangsa Sailendra beragama Budha.
Sedangkan sumber sejarah asing berasal dari catatan Dinasti Tang yang menyebutkan adanya kerajaan Ho-Ling (Kalingga) yang terletak di perairan utara. Disebelah utara kerajaan itu, terletak Ta-Hen-La (Kamboja) dan disebelah timur terletak Po-Li (Pulau Bali).
Disamping itu, ada catatan Yijing menginformasikan di Ho-ling ada rahib Tiongkok bernama Huineng sedang menerjemahkan salah satu kitab agama Budha ke dalam bahasa Mandarin. Ia bekerjasama dengan rahib setempat bernama Janabadra dan kitab tersebut mengenai konsep nirwana menurut Budha Hinayana. Dalam catatan ini mengisyaratkan Ho-Ling pada abad ke 7 berperan sebagai salah satu pusat studi agama Budha Hinayana.