Setelah diadakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, bukan berarti berakhirnya masa perang dengan para penjajah. Pasalnya, pasca proklamasi rakyat Indonesia khususnya daerah-daerah di Nusantara masih harus angkat senjata guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Adapun pertempuran pertama dengan pasukan asing pasca proklamasi terjadi di kota Surabaya yang dikenal dengan pertempuran Surabaya.
Pertempuran Surabaya ini merupakan salah satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Dalam sejarahnya, pertempuran ini dilatarbelakangi oleh kedatangan pasukan sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherland East Indies (NICA) di Tanjung Perak, Surabaya pada 25 Oktober 1945 atau dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pasukan sekutu yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby langsung masuk ke kota Surabaya dan mendirikan pos-pos pertahanan.
Kedatangan pasukan sekutu awalnya untuk mengamankan tawanan perang, melucuti senjata Jepang, atau menjaga ketertiban di berbagai daerah di Indonesia salah satunya Surabaya. Kenyataannya, pasukan sekutu yang kebanyakan pasukan Inggris melenceng dari tujuan semula. Dimana pasukan sekutu menyerbu penjara membebaskan tawanan perwira sekutu yang di tahan Indonesia dan menduduki tempat-tempat vital di Surabaya.
Insiden Di Hotel Yamato
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia pada 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia termasuk di Surabaya. Namun, ada peristiwa yang memicu pertempuran dengan sekutu karena ada insiden perobekan bendera di Hotel Yamato, Tunjungan Surabaya.
(Baca juga: Sejarah Pertempuran Medan Area)
Dimana, sekelompok orang Belanda yang dipimpin Mr. W.V.Ch. Ploegman mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) tanpa persetujuan Pemerintah RI daerah Surabaya. Warga Surabaya yang melihatnya tentu saja dibuat marah. Residen Soedirman sebagai perwakilan Indonesia mendatangi Hotel Yamato untuk berunding dengan Ploegman agar bedera diturunkan. Tapi Ploegman menolak dan diskusi berlangsung alot.
Puncaknya, Ploegman mengeluarkan pistol dan perkelahian pun tidak dapat dihindari. Ploegman tewas karena dicekik oleh Sidik yang mengawal Soedirman, tapi Sidik juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga. Soedirman dan pengawalnya yang lain, Haryono, berhasil keluar dari Hotel Yamato. Tapi, sebagian pemuda langsung menaiki Hotel Yamato dan merobek bagian biru dari bendera Belanda, sehingga tersisa bendera merah putih.
Memicu Pertempuran
Peristiwa itu memicu pertempuran Indonesia melawan Inggris tanggal 27 Oktober 1945 yang memakan banyak korban jiwa di kedua pihak. Jenderal D.C. Hawthorn kemudian meminta bantuan Soekarno untuk meredakan situasi. Namun, bentrok terus terjadi dan menyebabkan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris di Jawa Timur pada 30 Oktober 1945. Akhirnya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum supaya rakyat meletakkan senjata di tempat yang ditentukan dan menyerah sebelum jam 06.00 tanggal 10 November.
Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Pasukan Inggris kemudian melancarkan serangan pada pagi 10 November dan mengawali pertempuran besar Surabaya. Indonesia mengerahkan sekitar 20.000 tentara dan 100.000 sukarelawan dalam pertempuran ini. Sementara Inggris melenggang dengan 30.000 tentara, dibantu dengan tank, pesawat tempur, dan kapal perang.
Surabaya berhasil direbut Inggris hanya dalam tiga hari, tapi pertempuran baru benar-benar redam setelah tiga minggu. Dalam pertempuran yang berlangsung sampai awal Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia atau sekitar 6.000 hingga 16.000 ribu. Pemerintah pun, menetapkan tanggal 10 November sebagai hari Pahlawan untuk memperingati jasa para pahlawan.