Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, salah satunya dalam budaya tulisan yang melahirkan karya-karya sastra. Bahkan sejak era kerajaan kuno telah banyak para pujangga yang menciptakan beragam karya sastra kuno berupa kitab-kitab yang berisi kumpulan kisah, catatan, maupun laporan suatu peristiwa.
Pada masa itu, sastra kuno yang dituangkan oleh para pujangga ditulis di atas daun lontar dengan gaya penulisannya berupa rangkaian syair yang indah. Dimana, syair-syair tersebut berisi doa maupun puji-pujian bagi Dewa maupun Raja.
Dalam syair sendiri terbagi ke dalam sejumlah bait yang disebut pupuh dan ungkapan yang ditulis dalam bentuk syair ini disebut kakawin. Dalam sejarahnya, ada tiga tahapan perkembangan sastra kuno di Indonesia sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno, adapun tahapan itu adalah:
Tahap pertama, sastra semasa Kerajaan Mataram Kuno-Medang. Kitab termasyhur dari masa ini adalah Sang Hyang Kamahayanikan buah karya Sambara Suryawanasa. Kitab ini menjelaskan tentang ajaran Budha aliran Tantrayana.
(Baca juga: Unsur Pembangun Hikayat dan Cerpen)
Tahap kedua, sastra semasa Kerajaan Kahuripan-Kediri. Kitab termasyhur dari masa ini antara lain Arjuna Wiwaha yang ditulis oleh Mau Kenwa, Kresnayana yang ditulis oleh Mau Dharmajaya, dan Bharatayudha yang ditulis oleh Mpu Sedah, dan kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh. Kerajaan Kediri tercatat sebagai kerajaan yang memiliki hasil sastra kuno yang cukup banyak terutama pada saat pemerintahan Raja Jayabaya.
Tahap Ketiga, sastra semasa Kerajaan Singasari-Majapahit. Kitab termasyhur dari masa ini antara lain kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular dan kitab Pararaton yang tidak diketahui siapa penulisnya.
Jika melihat isinya makanya Kitab Negarakertagama memuat informasi tentang kehidupan masyarakat zaman Majapahit dan silsilah dari para raja. Dimana, Kitab ini menjadi salah satu sumber penulisan sejarah politik Jawa dari abad ke 8 sampai abad ke 15.
Disamping itu, ada Kitab Sutasoma yang memuat adagium atau Bhineka Tunggal Ika. Sedangkan Kitab Pararaton memuat mitos sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit, termasuk didalamnya riwayat Ken Arok pendiri Singasari.