Teori pembentukan permukaan bumi. Bumi merupakan planet tempat tinggal kita sebagai manusia serta berbagai makhluk hidup lainnya. Berbagai teori konspirasi tentang bumi menyebutkan bahwa bumi memiliki beberapa bagian atau lapisan mulai dari inti bumi hingga kerak bumi yang merupakan lapisan terluarnya.
Kerak bumi yang merupakan lapisan terluar yang membentuk permukaan bumi bentuknya berubah dari waktu ke waktu. Namun, proses tersebut tidak bisa diamati atau diselidiki secara langsung, maka perlu suatu metode dan pendekatan yang dapat menghasilkan suatu teori. Maka dari itu, banyak ahli atau ilmuwan yang mengemukakan teori pembentukan permukaan bumi.
Dalam perjalanannya, ada 6 teori pembentukan permukaan bumi yang dikemukakan para ahli, diantaranya teori apungan benua, teori kontransi, teori konveksi, teori pergeseran dasar laut, teori dua benua, dan teori lempeng tektonik.
- Teori Apungan benua
Teori apungan benua atau Continental Drift Theory yang dikemukakan oleh Alfred Lothar Wegener. Ia berpendapat bahwa pada awalnya hanya terdapat satu benua besar yaitu Pangea dan satu samudera yang disebut Pathalasa. Namun, seiring berjalannya waktu, Pangea terpecah kemudian mengalami pergerakan secara perlahan ke arah ekuator dan barat hingga mencapai posisi sekarang. Pergerakan tersebut, dinilai akibat adanya rotasi bumi sehingga terjadi pergerakan kearah ekuator serta gaya tarik bumi dan bulan menyebabkan pergerakan kearah barat.
Wagner mendasarkan teorinya pada sejumlah bukti, seperti kesamaan garis pantai Afrika bagian barat dengan Amerika Selatan bagian timur, serta adanya kesamaan batuan dan fosil di kedua daerah tersebut.
- Teori Kontraksi
Descrates adalah orang pertama yang mengungkapkan teori ini. Ia berpendapat bahwa bumi mengalami penyusutan dan mengerut karena adanya proses pendinginan. Proses ini mengakibatkan terbentuknya relief berupa daratan, lembah, dan gunung. Teori kontraksi ini dianalogikan seperti buah apel yang kulitnya akan mengerut jika bagian dalamnya mengering.
- Teori Konveksi
Teori ini menjelaskan bahwa di dalam lapisan astenosfer terjadi aliran konveksi ke arah lapisan kerak bumi. Teori ini dikemukakan oleh Harry H. Hess ini menjelaskan bahwa konveksi membawa material berupa lava sampai ke permukaan bumi di mid oceanic ridge (pematang tengah samudra).
(Baca juga: Asal-Usul Kehidupan di Bumi, Berdasarkan Sejumlah Teori)
Pada puncak mid oceanic ridge, lava terdorong keluar secara terus menerus akibat arus konvensi kemudian menyebar ke kedua sisinya, membeku dan membentuk lapisan kulit bumi baru menggantikan kulit bumi yang tua. Aliran konveksi ini terjadi karena lapisan kerak bumi memiliki temperatur yang jauh lebih rendah daripada lapisan di dalamnya sehingga massa dengan temperatur tinggi mengalir ke daerah dengan temperatur yang rendah.
- Teori Pergeseran Dasar Laut
Teori yang dikembangkan oleh Robert Diesz ini merupakan pengembangan dari Teori Konveksi. Diesz menyelidiki umur sedimen dasar laut dari arah punggung dasar laut ke kedua sisinya. Dalam penyelidikan tersebut, ia menemukan bahwa semakin jauh dari punggung dasar laut, usia sedimen semakin tua.
- Teori Dua Benua
Teori dua benua dikemukakan oleh Eduard Zuess dan Frank B Taylor. Mereka berpendapat bahwa pada mulanya terdapat dua benua besar yaitu Laurasia di belahan bumi bagian utara dan Gondwana di belahan bumi bagian selatan yang dipisahkan oleh Samudera Tethis.
Kedua benua ini perlahan-lahan bergerak kea rah equator hingga akhirnya terpecah menjadi benua kecil. Gondwana terpecah menjadi benua Afrika, Australia, Amerika Selatan, dan sub Benua India. Sementara itu, Laurasia terpecah menjadi Benua Asia, Eropa, dan Amerika Utara.
- Teori Lempeng Tektonik
Oleh banyak ahli, teori ini diyakini sebagai teori yang dapat menerangkan proses dinamika bumi. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh F. Vibe dan D. Matthews pada tahun 1963 yang menjelaskan bahwa bumi terdiri atas lempengan-lempengan yang bergerak dengan arah dan kecepatan masing-masing. Ada lempeng yang bergerak saling mendekat dan saling menjauh. Akibat pergerakan lempeng tektonik terbentuklah batasan-batasan sebagai berikut :
- Batasan Konvergen (Convergent Boundaries), adalah perbatasan lempeng yang geraknya saling mendekat dari arah yang berlawanan. Pada perbatasan ini lempeng saling bertubrukan sehingga terjadi patahan yang mengakibatkan munculnya gunung apo dan palung laut. Contohnya, pertemuan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia di Indonesia sehingga menghasilkan jalur gunung api di Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara.
- Batasan Divergen (Divergent Boundaries), adalah perbatasan lempeng yang bergerak dengan arah yang berlawanan atau saling menjauh. Dalam batasan ini kedua lempeng tidak terpisah meskipun bergerak saling menjauh karena di belakang setiap lempeng terbentuk kerak yang baru. Contohnya, terbentuknya gunung api di punggung tengah Samudra Pasifik dan Benua Afrika.
- Batas Menggunting (Shear Boundaries), dalam batas menggunting kedua perbatasan lempeng hanya saling bergesekan sehingga tidak terjadi penambahan atau pengurangan luas permukaan. Contohnya, patahan San Andreas di California.